Social Items




“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”



Hati yang mati adalah hati yang tidak terenyuh melihat saudaranya, tetangganya, temannya tidak melaksanakan kewajiban untuk beribadah dikarenakan terlena akan kehidupan dunia. Hati seorang muslim dikatakan mati apabila masih menyimpan kedengkian kepada umat muslim yang lainnya. Bagaimana cara menghidupkan hati yang mati, yaitu dengan menanamkan rasa cinta didalam hati kita masing-masing. Terutama cinta kepada ALLAH SWT melalui cinta kepada NABI MUHAMMAD SAW. 

Mengapa melalui RASULULLAH SAW, karena bohong dan dusta seorang hamba yang mengaku cinta kepada ALLAH SWT tapi tidak mencintai NABI MUHAMMAD SAW. Jika kita ingin mencintai ALLAH SWT maka NABI MUHAMMAD SAW adalah pintunya yang harus kita cintai. Hal ini, bukan berarti kita membagi cinta kita ke ALLAH SWT kepada NABI MUHAMMAD SAW, namun hal tersebut digabungkan, jika kita mencintai ALLAH SWT berarti kita juga harus mencintai RASULULLAH SAW. 

Karena NABI MUHAMMAD SAW adalah lisan daripada ALLAH SWT didunia ini, jika bukan karena Beliau, mungkin kita tidak akan pernah mengenal yang namanya nikmat islam. Rasullah diturunkan di dunia tidak lain adalah sebagai contoh atau suri teladan untuk umat akhir zaman ini. Apa yang bisa dicontoh dari NABI MUHAMMAD SAW? semua yang dilakukan beliau wajib kita ikuti dan teladani semampu kita, terutama dalam nikmat ibadah. 

Bagaimana kita bisa merasa nikmat dalam beribadah? mau shalat dilakukan dengan riang gembira, mau sedekah dengan ikhlas dan bahagia, bagaimana caranya? 

Caranya adalah bersihkan hati dari segala jenis dengki, mari buka pintu maaf seluas-luasnya untuk semua orang yang telah menzholimi kita, mari kita do’akan orang-orang tersebut agar hidupnya dipenuhi barokah dan semoga allah mengampuni semua dosa-dosanya, semoga orang tersebut dijauhkan dari api neraka oleh ALLAH SWT. 

Mengapa kita harus mendo’akan orang-orang tersebut dengan kebaikan, karena do’a yang paling cepat terkabul adalah do’a untuk orang lain yang tidak sedang berada dekat dengan kita, selain daripada itu dengan mendo’akan orang tersebut kita mendapatkan pahala. 

Dikisahkan NABI MUHAMMAD SAW, suatu ketika sedang memilih mayat-mayat orang muslim di antara mayat orang-orang kafir untuk dimakamkan secara Islam, kemudian beliau mendapati salah satu mayat, ketika RASULULLAH membalikan wajah si mayit, beliau merasa bingung, NABI MUHAMMAD SAW sangat mengenal akan wajah si mayit namun lupa siapa namanya, kemudian dibolak balik lagi wajah si mayit tersebut, RASULLULLAH masih tetap tidak ingat, lalu NABI MUHAMMAD SAW memanggil para sahabatnya, kemudian beliau bertanya : 

“wahai sahabat ku, siapakah nama sahabatku yang ini, aku sangat mengingat wajahnya namun aku lupa akan namanya?” lalu para sahabat beristighfar, dan berkata “wahai RASULULLAH sesungguhnya orang tersebut bukanlah sahabatmu, tapi ia adalah orang senang duduk denganmu namun jika diluar ia akan melemparimu kotoran unta dan mengejek-ngejek dirimu ya RASULULLAH” 

Masyallah, terhadap orang yang membenci RASULULLAH saja beliau masih ingat, lalu bagaimana dengan kita? Masih pantaskah kita menyimpan dendam hanya untuk masalah yang sepele, nauzubillah sesungguhnya iman kita tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan RASULULLAH, lalu mengapa kita masih berani, masih sombong, dengan angkuhnya hati kita dibiarkan masih menyimpan dendam kepada sesama muslim, sedangkan RASULULLAH sudah mengajarkan kita untuk saling memaafkan. 

Sungguh tidak ada apa-apanya iman kita ini jika dibandingkan RASULULLAH. Mari kita membuka pintu maaf selebar-lebarnya untuk orang yang telah menzholimi kita, jika kita ingin membenci maka bencilah sifat dari keburukan sesorang tersebut, tapi, bukan benci kepada orangnya.

Note : Tulisan di atas bukanlah murni 100% sesuai teks Khutbah BUYA YAHYA, namun tulisan diatas berdasarkan pemahaman yang ditangkap oleh penulis ketika mendengarkan khutbah tersebut.

BUYA YAHYA : KHUTBAH JUM’AT tanggal 25 Desember 2015 di MASJID AGUNG AL FALAH SUNGAI JAWI, PONTIANAK, KALIMANTAN BARAT




“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”



Hati yang mati adalah hati yang tidak terenyuh melihat saudaranya, tetangganya, temannya tidak melaksanakan kewajiban untuk beribadah dikarenakan terlena akan kehidupan dunia. Hati seorang muslim dikatakan mati apabila masih menyimpan kedengkian kepada umat muslim yang lainnya. Bagaimana cara menghidupkan hati yang mati, yaitu dengan menanamkan rasa cinta didalam hati kita masing-masing. Terutama cinta kepada ALLAH SWT melalui cinta kepada NABI MUHAMMAD SAW. 

Mengapa melalui RASULULLAH SAW, karena bohong dan dusta seorang hamba yang mengaku cinta kepada ALLAH SWT tapi tidak mencintai NABI MUHAMMAD SAW. Jika kita ingin mencintai ALLAH SWT maka NABI MUHAMMAD SAW adalah pintunya yang harus kita cintai. Hal ini, bukan berarti kita membagi cinta kita ke ALLAH SWT kepada NABI MUHAMMAD SAW, namun hal tersebut digabungkan, jika kita mencintai ALLAH SWT berarti kita juga harus mencintai RASULULLAH SAW. 

Karena NABI MUHAMMAD SAW adalah lisan daripada ALLAH SWT didunia ini, jika bukan karena Beliau, mungkin kita tidak akan pernah mengenal yang namanya nikmat islam. Rasullah diturunkan di dunia tidak lain adalah sebagai contoh atau suri teladan untuk umat akhir zaman ini. Apa yang bisa dicontoh dari NABI MUHAMMAD SAW? semua yang dilakukan beliau wajib kita ikuti dan teladani semampu kita, terutama dalam nikmat ibadah. 

Bagaimana kita bisa merasa nikmat dalam beribadah? mau shalat dilakukan dengan riang gembira, mau sedekah dengan ikhlas dan bahagia, bagaimana caranya? 

Caranya adalah bersihkan hati dari segala jenis dengki, mari buka pintu maaf seluas-luasnya untuk semua orang yang telah menzholimi kita, mari kita do’akan orang-orang tersebut agar hidupnya dipenuhi barokah dan semoga allah mengampuni semua dosa-dosanya, semoga orang tersebut dijauhkan dari api neraka oleh ALLAH SWT. 

Mengapa kita harus mendo’akan orang-orang tersebut dengan kebaikan, karena do’a yang paling cepat terkabul adalah do’a untuk orang lain yang tidak sedang berada dekat dengan kita, selain daripada itu dengan mendo’akan orang tersebut kita mendapatkan pahala. 

Dikisahkan NABI MUHAMMAD SAW, suatu ketika sedang memilih mayat-mayat orang muslim di antara mayat orang-orang kafir untuk dimakamkan secara Islam, kemudian beliau mendapati salah satu mayat, ketika RASULULLAH membalikan wajah si mayit, beliau merasa bingung, NABI MUHAMMAD SAW sangat mengenal akan wajah si mayit namun lupa siapa namanya, kemudian dibolak balik lagi wajah si mayit tersebut, RASULLULLAH masih tetap tidak ingat, lalu NABI MUHAMMAD SAW memanggil para sahabatnya, kemudian beliau bertanya : 

“wahai sahabat ku, siapakah nama sahabatku yang ini, aku sangat mengingat wajahnya namun aku lupa akan namanya?” lalu para sahabat beristighfar, dan berkata “wahai RASULULLAH sesungguhnya orang tersebut bukanlah sahabatmu, tapi ia adalah orang senang duduk denganmu namun jika diluar ia akan melemparimu kotoran unta dan mengejek-ngejek dirimu ya RASULULLAH” 

Masyallah, terhadap orang yang membenci RASULULLAH saja beliau masih ingat, lalu bagaimana dengan kita? Masih pantaskah kita menyimpan dendam hanya untuk masalah yang sepele, nauzubillah sesungguhnya iman kita tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan RASULULLAH, lalu mengapa kita masih berani, masih sombong, dengan angkuhnya hati kita dibiarkan masih menyimpan dendam kepada sesama muslim, sedangkan RASULULLAH sudah mengajarkan kita untuk saling memaafkan. 

Sungguh tidak ada apa-apanya iman kita ini jika dibandingkan RASULULLAH. Mari kita membuka pintu maaf selebar-lebarnya untuk orang yang telah menzholimi kita, jika kita ingin membenci maka bencilah sifat dari keburukan sesorang tersebut, tapi, bukan benci kepada orangnya.

Note : Tulisan di atas bukanlah murni 100% sesuai teks Khutbah BUYA YAHYA, namun tulisan diatas berdasarkan pemahaman yang ditangkap oleh penulis ketika mendengarkan khutbah tersebut.

Tidak ada komentar