Social Items

Cinta buta yang menutup hatimu, antara cinta atau nafsu. Ujung Borneo, 1 Januari 2016, hari ini untuk pertama kalinya Mas Jambang bertemu lagi dengan Eci bunga desa Kampung Buloh yang pernah dirindukannya. 

Rindu yang tidak sengaja tumbuh atau dipaksa untuk tumbuh, yang diawal cerita ingin melindungi namun berakhir menodai. 

Malam ini Mas Jambang sengaja mengajak Eci untuk jalan-jalan menikmati pantai Kenangan, mencoba bernostalgia dan melanjutkan cinta yang pernah ada sambil menikmati dinginnya pasir pantai yang diselimuti pekatnya malam serta diiringi alunan deburan ombak. 

Alam pun Seolah-olah mendukung pelepasan rindu mas Jambang malam ini, yang sebelumnya seperti Punuk merindukan rembulan, kini bulan sendiri yang sengaja penuh hasrat menghampirinya. 

Janji-janji cinta yang tersimpan sangat lama yang dahulu tak sanggup untuk di ungkapkan karna cinta sudah terlanjur tertanam di lain hati, malam ini tersampaikan secara sempurna.  

Tanpa terasa malam terlewati hanya dengan satu kedipan mata, rindu yang menggebu-gebu terpaksa ditahan karna pagi hampir menjelang. 

Tibalah saatnya bagi mas Jambang untuk mengantarkan Eci pulang, keduanya bergandengan tangan dan mengayunkannya sebagai tanda kekecewaan karna malam terlampau cepat berlalu. “Malam esok akan ku coba lagi” teriak Mas Jambang dalam hati, karna rindu berbalut nafsu masih meronta-ronta didalam hati. 

Ditengah perjalanan pulang tanpa sengaja Mas Jambang dan Eci bertemu teman-teman serta tokoh desa Kampung Buloh, rasa malu menghampiri keduanya namun apa mau dikata “nasi sudah menjadi bubur” malu biarlah menjadi malu karna memang sudah kepalang rindu. 

Bangun dipagi hari, senyum Mas Jambang tak berhenti mengembang mengingat hasrat yang semalam. Pagi ini Mas Jambang melanjutkan aktivitas seperti biasa, mandi kemudian sarapan lalu dilanjutkan berbincang-bincang dengan teman-teman seperjuangan. 

Mas Jambang adalah mahasiswa dari kota Seminyak, ia dan teman-teman sengaja menghabiskan waktu liburan kali ini untuk bersilaturahim dengan warga Kampung Buloh, yaitu tempat Mas Jambang dan teman-teman pernah melaksanakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat dari kampusnya. 

Hingga malam pun tiba, tiba pula saatnya bagi Mas Jambang untuk melanjutkan kisah yang tertunda semalam. Mas Jambang menjemput Eci dirumahnya, senyum manis dilontarkan Mas Jambang kepada pamannya, karna memang Eci hanya tinggal bersama pamannya setelah kedua orang tuanya meninggal akibat kecelakaan mobil. Senyum manis Mas Jambang sebagai isyarat niat baik yang dibawa olehnya. 

Lagi-lagi Mas Jambang dan Eci pergi ketempat kemarin namun lebih jauh dari jangkauan orang berpacaran pada umumnya, berdua berjalan menyusuri pantai yang tak berujung hingga cahaya tak dapat terlihat lagi. 

Berdua memadu kasih, janji setia di ucapkan berkali-kali “Pantai tidak pernah menghianati lautan”.“Malam ini aku milikmu dan kau milikku” sudah tak terhitung kata-kata mesra nan “romantis” yang keluar dari mulut mereka sebagai tanda bahwa malam ini bukan hanya sekedar canda dan tawa yang mereka inginkan. 

Malam terus berlalu seiring berjalannya waktu, hingga tibalah saatnya pelepasan hasrat untuk terakhir kalinya, karna esok sang pangeran Mas Jambang akan kembali kepangkuan sang istri di ibu kota. 

Jam ditangan sudah menunjukan pukul 12.00 malam, ini menandakan sudah tiba waktunya untuk mengantar Eci pulang. Terasa berat keduanya untuk mengakhiri kemesraan malam ini, namun apa mau dikata waktu tidak lagi mau menunda perputarannya untuk sebuah kemesraan yang terlarang ini. Ucapan selamat malam Mas Jambang terasa amat menyakitkan untuk dilantunkan namun kecupan manis Eci mampu meredam rasa sesak di dada akibat gejolak hasrat perpisahan mereka. 

Waktu terus berputar menuju pagi, namun mata kedua sejoli terlarang ini tak dapat terlelap, memandang langit-langit kamar, memikirkan apa yang telah mereka lakukan malam ini, dilema terus menghantui “apakah ini penyesalan yang tengah ku alami?” hingga tanpa terasa kelopak sudah menutup biji mata mengakhiri rasa yang ada. 

Pagi pun menjelang, Mas Jambang dan kawan-kawan sudah bersiap-siap untuk pergi meninggalkan Kampung Buloh dan semua kenangan yang tercipta. Mereka berpamitan dengan penduduk sekitar, Mas Jambang menyempatan diri menghampiri Eci untuk mengucapkan selamat tinggal dan lupakan apa yang terjadi semalam, Eci menganggukan kepala tanda mengerti, Mas Jambang dengan sigap langsung memeluk Eci agar kenangan semalam tidak terlalu meninggalkan perih. 

Namun sungguh lembut hati seorang wanita, tetes air mata tak dapat Eci tahan, entah ini tangisan penyesalan semalam atau murni karna perpisahan. (“Hati wanita seperti bawang merah, untuk membukanya laki-laki harus rela meneteskan air mata dan berlapis-lapis, namun pengorbanan tersebut bukan jaminan bahwa pria akan mengerti isi dari hati seorang wanita karna terlalu banyak lapisannya” intermezo

Mas Jambang pergi meninggalkan semua kenangan yang terjadi, sementara Eci harus menanggung semua kenangan yang telah ia alami. “Ibarat tisu yang terkena tetesan tinta, selamanya akan ternoda” 

Penyesalan tinggal penyesalan, kenikmatan sementara harus dibayar mahal dengan seumur hidup rasa terhina. 

Kumbang yang hinggap menggoda bunga yang mekar dan merona, bunga pun menaruh harapan “semoga kumbang dapat menjagaku seumur hidupnya” sari pun diberikan hingga layu tak dapat dielakan, namun sayang kumbang yang hinggap hanya ingin menghilangkan dahaga. Bunga layu di batang, tertunduk lesu karna penyesalan.

Bunga Layu Kampung Buloh

Cinta buta yang menutup hatimu, antara cinta atau nafsu. Ujung Borneo, 1 Januari 2016, hari ini untuk pertama kalinya Mas Jambang bertemu lagi dengan Eci bunga desa Kampung Buloh yang pernah dirindukannya. 

Rindu yang tidak sengaja tumbuh atau dipaksa untuk tumbuh, yang diawal cerita ingin melindungi namun berakhir menodai. 

Malam ini Mas Jambang sengaja mengajak Eci untuk jalan-jalan menikmati pantai Kenangan, mencoba bernostalgia dan melanjutkan cinta yang pernah ada sambil menikmati dinginnya pasir pantai yang diselimuti pekatnya malam serta diiringi alunan deburan ombak. 

Alam pun Seolah-olah mendukung pelepasan rindu mas Jambang malam ini, yang sebelumnya seperti Punuk merindukan rembulan, kini bulan sendiri yang sengaja penuh hasrat menghampirinya. 

Janji-janji cinta yang tersimpan sangat lama yang dahulu tak sanggup untuk di ungkapkan karna cinta sudah terlanjur tertanam di lain hati, malam ini tersampaikan secara sempurna.  

Tanpa terasa malam terlewati hanya dengan satu kedipan mata, rindu yang menggebu-gebu terpaksa ditahan karna pagi hampir menjelang. 

Tibalah saatnya bagi mas Jambang untuk mengantarkan Eci pulang, keduanya bergandengan tangan dan mengayunkannya sebagai tanda kekecewaan karna malam terlampau cepat berlalu. “Malam esok akan ku coba lagi” teriak Mas Jambang dalam hati, karna rindu berbalut nafsu masih meronta-ronta didalam hati. 

Ditengah perjalanan pulang tanpa sengaja Mas Jambang dan Eci bertemu teman-teman serta tokoh desa Kampung Buloh, rasa malu menghampiri keduanya namun apa mau dikata “nasi sudah menjadi bubur” malu biarlah menjadi malu karna memang sudah kepalang rindu. 

Bangun dipagi hari, senyum Mas Jambang tak berhenti mengembang mengingat hasrat yang semalam. Pagi ini Mas Jambang melanjutkan aktivitas seperti biasa, mandi kemudian sarapan lalu dilanjutkan berbincang-bincang dengan teman-teman seperjuangan. 

Mas Jambang adalah mahasiswa dari kota Seminyak, ia dan teman-teman sengaja menghabiskan waktu liburan kali ini untuk bersilaturahim dengan warga Kampung Buloh, yaitu tempat Mas Jambang dan teman-teman pernah melaksanakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat dari kampusnya. 

Hingga malam pun tiba, tiba pula saatnya bagi Mas Jambang untuk melanjutkan kisah yang tertunda semalam. Mas Jambang menjemput Eci dirumahnya, senyum manis dilontarkan Mas Jambang kepada pamannya, karna memang Eci hanya tinggal bersama pamannya setelah kedua orang tuanya meninggal akibat kecelakaan mobil. Senyum manis Mas Jambang sebagai isyarat niat baik yang dibawa olehnya. 

Lagi-lagi Mas Jambang dan Eci pergi ketempat kemarin namun lebih jauh dari jangkauan orang berpacaran pada umumnya, berdua berjalan menyusuri pantai yang tak berujung hingga cahaya tak dapat terlihat lagi. 

Berdua memadu kasih, janji setia di ucapkan berkali-kali “Pantai tidak pernah menghianati lautan”.“Malam ini aku milikmu dan kau milikku” sudah tak terhitung kata-kata mesra nan “romantis” yang keluar dari mulut mereka sebagai tanda bahwa malam ini bukan hanya sekedar canda dan tawa yang mereka inginkan. 

Malam terus berlalu seiring berjalannya waktu, hingga tibalah saatnya pelepasan hasrat untuk terakhir kalinya, karna esok sang pangeran Mas Jambang akan kembali kepangkuan sang istri di ibu kota. 

Jam ditangan sudah menunjukan pukul 12.00 malam, ini menandakan sudah tiba waktunya untuk mengantar Eci pulang. Terasa berat keduanya untuk mengakhiri kemesraan malam ini, namun apa mau dikata waktu tidak lagi mau menunda perputarannya untuk sebuah kemesraan yang terlarang ini. Ucapan selamat malam Mas Jambang terasa amat menyakitkan untuk dilantunkan namun kecupan manis Eci mampu meredam rasa sesak di dada akibat gejolak hasrat perpisahan mereka. 

Waktu terus berputar menuju pagi, namun mata kedua sejoli terlarang ini tak dapat terlelap, memandang langit-langit kamar, memikirkan apa yang telah mereka lakukan malam ini, dilema terus menghantui “apakah ini penyesalan yang tengah ku alami?” hingga tanpa terasa kelopak sudah menutup biji mata mengakhiri rasa yang ada. 

Pagi pun menjelang, Mas Jambang dan kawan-kawan sudah bersiap-siap untuk pergi meninggalkan Kampung Buloh dan semua kenangan yang tercipta. Mereka berpamitan dengan penduduk sekitar, Mas Jambang menyempatan diri menghampiri Eci untuk mengucapkan selamat tinggal dan lupakan apa yang terjadi semalam, Eci menganggukan kepala tanda mengerti, Mas Jambang dengan sigap langsung memeluk Eci agar kenangan semalam tidak terlalu meninggalkan perih. 

Namun sungguh lembut hati seorang wanita, tetes air mata tak dapat Eci tahan, entah ini tangisan penyesalan semalam atau murni karna perpisahan. (“Hati wanita seperti bawang merah, untuk membukanya laki-laki harus rela meneteskan air mata dan berlapis-lapis, namun pengorbanan tersebut bukan jaminan bahwa pria akan mengerti isi dari hati seorang wanita karna terlalu banyak lapisannya” intermezo

Mas Jambang pergi meninggalkan semua kenangan yang terjadi, sementara Eci harus menanggung semua kenangan yang telah ia alami. “Ibarat tisu yang terkena tetesan tinta, selamanya akan ternoda” 

Penyesalan tinggal penyesalan, kenikmatan sementara harus dibayar mahal dengan seumur hidup rasa terhina. 

Kumbang yang hinggap menggoda bunga yang mekar dan merona, bunga pun menaruh harapan “semoga kumbang dapat menjagaku seumur hidupnya” sari pun diberikan hingga layu tak dapat dielakan, namun sayang kumbang yang hinggap hanya ingin menghilangkan dahaga. Bunga layu di batang, tertunduk lesu karna penyesalan.

2 komentar: