Social Items

Tampilkan postingan dengan label Al Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Al Islam. Tampilkan semua postingan
3 Jenis Sujud Yang Mungkin Belum Pernah Anda Ketahui. Selama ini mungkin beberapa dari kita hanya mengenal sujud merupakan bagian dari gerakan shalat, padahal ada beberapa jenis sujud yang wajib untuk diketahui terutama bagi seorang muslim.

Karena pada dasarnya 3 jenis sujud ini sangat erat dengan kegiatan ibadah kita sehari-hari. Agar ibadah kita semakin sempurna mari bersama-sama memperdalam ilmu Agama untuk memerangi ketidaktahuan kita dalam beribadah.

Berikut ini adalah 3 jenis sujud yang wajib untuk diketahui :


SUJUD SAHWI 


Sujud sahwi adalah melakukan tambahan gerakan sujud didalam shalat fardhu maupun sunnah yang disebabkan keraguan kita dalam melaksanakan shalat, baik lupa kemudian ingat ada amalan sunnah yang tertinggal. Jika amalan wajib yang tertinggal maka harus diganti. 

Misalnya, kita melaksanakan shalat dzuhur kemudian lupa melakukan bacaan tahyat awal, lalu berdiri dan melanjutkan rakaat ketiga, kemudian ingat bahwa belum melakukan tahyat awal, maka diwajibkan untuk melakukan sujud sahwi.

Sujud sahwi hanya boleh dikerjakan apabila ada keraguan kita dalam melaksakan shalat, apabila yakin maka tidak wajibkan melakukan sujud sahwi.


SUJUD TILAWAH


Sujud tilawah adalah melakukan gerakan sujud apabila membaca atau mendengar ayat sajadah didalam Al-qur’an.

Didalam Al-qur’an ada 14 ayat selain dari sajadah dalam surah “shad”. Sujud sajadah sendiri termasuk kedalam sujud syukur karena didalam hadis yang diriwayatkan oleh Nasai dan Ibnu Abbas menerangkan bahwa kita bersyukur karena Allah telah menerima taubatnya Nabi Daud.

Berikut hadisnya : 

سَجَدَ هَا دَا وْ دُ تَوْ بَةً وَ نَسْجُدُ هَا شُكْرًا

Artinya : “Nabi Daud melaksanakan sujud karena bertobat dan kita melakukan sujud karena bersyukur” (HR. Nasai dan Ibnu Abbas)

SUJUD SYUKUR


Sujud syukur adalah melakukan gerakan sujud saat kita mendapatkan nikmat yang tidak terduga-duga atau nikmat yang sudah dinanti-nanti kedatangannya dari Allah SWT.

Misalnya mendapatkan jodoh yang memang sudah dinanti-nanti sejak lama (Do’akan penulisnya juga segera mendapatkan jodoh ^_^), atau mendapatkan karunia seorang anak untuk pasangan suami-istri yang sudah merindukan kedatangannya.

Melakukan sujud syukur bukan hanya saat kita mendapat nikmat saja, namun sujud syukur juga dapat dilakukan ketika kita atau keluarga terhindar dari musibah atau kita juga bisa melakukan sujud syukur saat melihat orang lain sudah sembuh dari penyakitnya.

Sujud syukur sendiri dilakukan hanya untuk nikmat yang tidak selalu kita terima, apabila kita melakukan sujud syukur terhadap nikmat yang selalu kita terima, seperti nikmat sehat, nikmat umur, maka seumur hidup kita akan habis hanya untuk melakukan sujud syukur.

Menurut Imam Syafi’I nikmat dan bencana yang disunnahkan untuk dilakukan sujud syukur adalah nikmat dan bencana lahiriah dan tidak termasuk nikmat dan bencana batin seperti ma’rifah kepada allah, dsb.

Namun, Syekh Ibnu Hajar al-Haytami menerangkan didalam kitabnya “tuhfah” berpendapat lain bahwa disunnahkan untuk melakukan sujud syukur untuk semua nikmat dan bencana lahir maupun nikmat dan bencana batin, termasuk ma’rifah kepada Allah SWT.

Nah, perbedaan pendapat para ulama ini merupakan rahmat untuk kita semua dan juga celah untuk memilih melakukan atau tidak melakukan sujud syukur terhadap nikmat atau bencana batin.

Bagi yang ingin mengikuti pendapat Syekh Ibnu Hajar al-Haytami silahkan, dan jangan sekali-kali mencaci atau menghina orang yang mengikuti pendapat Imam Syafi’i, begitu juga sebaliknya.

“Penulis berharap hal ini juga berlaku untuk semua perbedaan pendapat ulama yang ada, mari sama-sama kita jadikan perbedaan ini rahmat dan keberagaman”

Demikianlah penjelasan dari 3 jenis sujud yang mungkin belum pernah anda ketahui. Semoga bermanfaat.

Waallahu a’lam bishowab.

Sumber : Kitab Sabilal Muhtadin II karya Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari

3 Jenis Sujud Yang Mungkin Belum Anda Ketahui

Be yourself atau menjadi diri sendiri merupakan “Quote” yang sering di pakai anak muda masa kini, bahkan ada sebagian diantara mereka yang menjadikannya sebagai prinsip hidup.

Ada banyak definisi tentang Be Yourself atau menjadi diri sendiri, secara umum definisi yang beredar dan banyak diikuti adalah bebas menentukan sikap tanpa harus terbatasi segala hal, ada juga yang berpendapat bahwa menjadi diri sendiri adalah sikap yang tidak mudah digoyahkan atau tidak mengikuti arus kehidupan serta menolak segala hal yang tidak sesuai dengan prinsip hidupnya.

Be your self Haram hukumnya

Sebenarnya menjadi diri sendiri ada manfaatnya nggak sih?

Menurut beberapa sumber, berikut ini adalah manfaat Be Yourself atau menjadi diri sendiri :

Merasa Bebas


Ada sebagian orang yang merasa bebas setelah menerapkan “Quote” atau kalimat ini. Nggak tau bebas dari apa, UTANG kali..

Mereka merasa bebas karena tidak harus membohongi diri sendiri dan orang lain. Bebas mengekspresikan diri, bebas bersikap, bebas merealisasikan keinginan, dsb.

Namun, sangat disayangkan kebebasan ini sering disalahartikan dan diterjemahkan dengan hawa nafsu oleh ramaja masa kini yang berujung kepada kebebasan maksiatan.

Perlu diingat : Dalam Agama Islam kebebasan atau merdeka disebutkan didalam surah Fushshilat ayat 46 :
   
“Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh Maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, Maka (dosanya) untuk dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu Menganiaya hamba-hambaNya”

Ayat diatas menjelaskan tentang kebebasan yang manusia miliki untuk memilih mendapatkan pahala dengan mengerjakan amal saleh atau mendapatkan dosa dengan mengerjakan perbuatan yang menyalahi Al-Qur’an dan Sunnah.

Secara singkatnya kebebasan menurut Islam adalah kebebasan yang Allah berikan kepada manusia untuk bertindak dan merealisasikan segala keinginannya. Tetapi perlu diingat, bahwa manusia merupakan wakil Tuhan di bumi. Jadi, segala kebebasan yang dimilikinya harus sesuai dengan aturan yang telah dituliskan didalam Al-Qur’an dan dijelaskan melalui Hadist Nabi Muhammad SAW yang diperjelas lagi oleh para ulama.

Pada dasarnya tidak ada kebebasan yang mutlak tanpa ada batasan, kebebasan yang kita miliki selalu dibatasi oleh Kebebasan yang orang lain miliki. Oleh karena itu, gunakanlah kebebasan sesuai aturan tuhan bukan dengan nafsu.

Dapat Mendatangkan Teman Sejati


Mencari teman yang cocok dengan kita memang bukan sesuatu yang mudah, karena banyak tipe-tipe teman yang sulit untuk dipahami karakter dan sifatnya. Ada teman yang datang disaat ada perlunya saja, ada juga teman yang selalu datang untuk menjaga dan mempererat tali silaturahmi, atau ada juga teman yang tidak pernah datang sama sekali, berarti bukan teman. hehe

Menjadi diri sendiri dengan menampilkan segala kebaikan dan juga keburukan dipercaya dapat mendatangkan teman sejati, yang pada prinsipnya adalah teman yang dapat menerima kita apanya berarti teman sejati.

Perlu diingat : Teman sejati hanya datang dan bertahan pada teman yang dapat memperlakukan mereka secara manusiawi. Lah emang ada teman yang diperlakukan secara tidak manusiawi?

Jawabannya ada, bahkan banyak. Coba lihat disekeliling kita, lihatlah pergaulan remaja saat ini ! kebanyakan dari mereka memanggil temannya dengan panggilan binatang misalnya “Anj**g”, “kamp**t”, dsb.

Dan anehnya fenomena ini tidak hanya terjadi di pergaulan remaja dengan ekonomi menengah kebawah atau yang memiliki pendidikan menengah kebawah tetapi terjadi juga pada pria atau wanita dewasa.

Bahkan tidak jarang, mereka juga yang merupakan lulusan sarjana atau bahkan yang lulusan Magister hingga Doktoral pun melakukan hal sama. Lalu apa yang melatarbelakangi hingga mereka bisa berbuat demikian? Hmm…Mungkin mereka memang orang-orang yang tidak terdidik secara sempurna saat sekolah ataupun kuliah. Mungkin saja..

Dalam memperlakukan teman haruslah sesuai dengan norma dan susila yang berlaku, jangan menuruti hawa nafsu dan mengikuti orang-orang yang sudah salah langkah.

Selama ini kita selalu dicekoki dengan paradigma yang salah yaitu dengan menampilkan semua sisi buruk dan sisi baik atau semuanya terlihat apa adanya tanpa ada yang harus ditutupi selalu dianggap menjadi satu-satunya cara yang benar untuk mendatangkan teman sejati.

Berpenampilan “apa adanya”, bersikap “apa adanya”, isi dompet “apa adanya” *eh
Yakin, ada yang mau menerima situ apa adanya? Yakin do’i nggak bakal nuntut ini itu? Hmm…

Berpenampilan apa adanyamenyebabkan diri menjadi kaku, bersikap “apa adanya” adalah ciri-ciri orang yang tidak ingin maju. Sedangkan isi dompet “apa adanya” merupakan bagian dari masalahmu bukan masalah kami.hehe

Sebagai manusia yang dianugerahi akal yang sempurna sudah sepantasnya kita harus selalu melakukan penilaian, evaluasi, dan koreksi terhadap diri sendiri.

Karena setiap tindakan yang pernah kita lakukan tidak terlepas dari pengaruh yang namanya nafsu. Pasti ada kalanya kita pernah berbuat kesalahan kepada orang lain, bertutur kata yang menyakitkan hati orang lain, bersikap dingin kepada mantan orang lain *eh

Nah, Goal dari penilaian, evaluasi, dan koreksi ini nantinya sebagai tolak ukur untuk memperbaiki sikap, ucapan, dan tingkah laku kita serta sebagai standar alarm indikasi ketika kita mendekati sesuatu yang mirip dengan kesalahan yang telah lalu.

“orang beriman secara sempurna mengerti terhadap suatu masalah dan resiko yang akan terjadi serta dia akan waspada terhadap masalah yang sama”

Jadi gimana? Masih masih mau apa adanya buat nyari teman sejati?

Mengurangi Beban Dan Merasa Lebih Produktif


Menjadi diri sendiri atau “Be Yourself” dipercaya dapat mengurangi beban karena tidak perlu menyembunyikan sesuatu atau cemas karena menyembunyikan sesuatu kepada teman-teman yang pada akhirnya dapat membuat kita lebih fokus terhadap impian yang ingin dicapai.

Emang ada ya, yang berteman tanpa rahasia?

Teman yang tidak memiliki rahasia seperti ini dapat menyulitkan hidupmu kelak, lah kok bisa? Bisa saja karena kamu harus menanggung bom dosa yang kapan pun bisa saja meledak.

Memiliki teman yang tidak punya privasi atau rahasia alias semua aibnya kita tahu membuat hidup kita serba was-was, takut kita salah berucap yang berujung terbongkarnya aib teman kita.

Menampilkan sisi baik dan sisi buruk memang dapat mengurangi beban hidup karena kita tidak harus peduli dengan orang lain, tapi dengan bersikap demikian kita menjadi membebani orang lain. Kasian mereka..

BE YOUR SELF, HARAM HUKUMNYA


Mengapa menjadi diri sendiri hukumnya haram? Berdasarkan fenomena yang ada, Kebanyakan dari mereka *Pemeluk Garis Keras* “Quote ini, hanya meniru idolanya atau mengikutinya secara “sak karepe udele dewe” alias seenaknya sendiri atau menginterpretasikan secara berbeda dari makna asli sesuai dengan hawa nafsunya.

Contoh nyata akibat salah tafsir kalimat “Be Yourself” adalah sering berbicara kasar dan memanggil teman dengan sebutan binatang atau kata makian lainnya, mengungkapkan aibnya sendiri (saya sudah pernah berzina, saya suka mabuk-mabukan, saya sering meninggalkan shalat, saya sering tidak puasa, dan masih banyak yang lainnya) dengan berharap semua orang tahu siapa dirinya, dia tidak harus pusing-pusing menutupi semua aibnya.

Seharusnya aib-aib seperti di atas ditutupi bukan malah diumbar sana-sini.

Aib yang sudah terucap dan didengar oleh orang lain justru malah membebani hidup orang lain dan menjadi polusi suara serta menjadi polusi di hati mereka.
Pada dasarnya Be Yourself merupakan sesuatu hal yang baik, jika ditafsirkan secara benar.

Namun sayangnya, sebagian orang-orang terjerumus pada jalan yang salah karena dangkalnya akal akibat malas membaca atau bertanya kepada ahlinya.

Didalam hadist yang diriwayatkan oleh Abu Daud, at-Tirmidzi, dan imam lainnya menyebutkan :

"Barang siapa yang menutupi (aib) seorang muslim selama di dunia, Allah akan menutup (aibnya) di dunia dan akhirat.” HR Abu Daud, at-Tirmidzi, dan imam lainnya".

Inilah janji Allah untuk orang muslim yang mampu menjaga lisannya dari membicarakan kejelekan orang lain. Bukan hanya akan ditutupinya aib kita di dunia dan akhirat, tapi coba perhatikan, Allah menggunakan kata “muslim” bukannya manusia, berarti Allah menunjuk secara khusus untuk orang-orang muslim yang berarti hanya manusia yang berimanlah yang mampu menjaga lisannya. Ini merupakan panggilan spesial dari Allah untuk kita.

Setelah ditelaah lebih mendalam, menurut Imam al-Qadhi berpendapat mengenai hadits diatas bahwa hadist tersebut memberi kesan atas dua pengertian (Syarh an-nawaawi ala Muslim 16/143) :

  1. Menutupi maksiat-maksiat, aib-aib yang telah dilakukan saudara muslim lainnya dan tidak membeberkannya pada orang lain
  2. Tidak mencari-cari, meneliti kesalahan orang lain serta tidak menuturkannya.

agar tidak terjebak dalam sesuatu yang haram, perlu diperhatikan mana yang patut diucapkan dan mana yang tidak layak. Berikut penjelasan Ibnu Rajab al-Hanbali dalam risalahnya Al-Farqu bainan Nashihah wat Ta’yir.

اعلم أن ذكر الإنسان بما يكره محرم، إذا كان المقصود منه مجرد الذم والعيب والنقص فأما إن كان فيه مصلحة لعامة المسلمين، أو خاصة لبعضهم، وكان المقصود منه تحصيل تلك المصلحة، فليس بمحرم، بل مندوب إليه

"Ketahuilah bahwa membicarakan aib orang lain atau sesuatu yang tidak disukai orang adalah haram bila tujuannya semata mencela, membuka aib dan kekurangannya. Tetapi lain masalah bila tujuannya untuk menjaga kemaslahatan umum atau sebagian orang. Sebuah pembicaraan kejelekan untuk menjaga tujuan ini tidak termasuk perbuatan yang diharamkan, justru disunahkan".

Penjelasan ini bisa dijadikan rambu-rambu dalam pergaulan sehari-hari. Bila kita ingin mendiskusikan keburukan orang lain, timbanglah terlebih dahulu apakah ucapan itu akan memberi kemaslahatan bagi orang banyak atau tidak.

Menjadi Yang Allah Inginkan

Nah, dari semua penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Quote “Be Yourself” atau Menjadi Diri Sendiri yang diterapkan oleh kebanyakan orang saat ini cenderung menuju kearah keburukan dan jauh menyimpang dari ajaran agama.

Oleh karena itu, berhentilah mengikuti Quote ini dan gantilah “Menjadi Yang Allah Inginkan” agar selamat dunia dan akhirat.

Wallahu a’lam bishowab.


Sumber : http://www.piss-ktb.com/

Be Yourself Haram hukumnya, lho kok bisa?

Jawaban Sayyidina Ali r.a mengenai Mengapa Wanita hanya boleh menikah dengan satu pria
Perkawinan merupakan sunatullah yang berlaku pada semua ciptaan Allah SWT, karna memang Allah telah mengabarkan hal tersebut melalui firmannya didalam al-quran, surah Yasin ayat 36 : 

Artinya : “Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui”

Dan surah An Nur ayat 32 :

Artinya : “dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui”.

Di dalam agama islam disebutkan secara jelas aturan bahwa hanya pria saja yang boleh menikahi lebih dari satu wanita, sedangkan wanita hanya boleh menikahi satu pria saja. Mengapa demikian? Tentunya hal ini menimbulkan kecemburuan didalam hati “sebagian perempuan”. Terlebih sekarang sedang hot-hotnya pembahasan mengenai persamaan derajad antara laki-laki dan perempuan atau lebih dikenal dengan sebutan Emansipasi wanita. 

Bagi wanita yang masih merasa cemburu, mari simak jawaban Sayyidina Ali r.a mengenai hal tersebut dalam kisah berikut : 

Dikisahkan, ada seorang wanita yang bertanya kepada Sayyidina Ali r.a, wahai Ali mengapa wanita hanya boleh menikahi satu pria sedangkan pria boleh lebih dari satu. Kemudian Sayyidina Ali menyuruh wanita tersebut untuk menyiapkan air dalam 5 gelas secara terpisah, lalu beliau meminta wanita tersebut untuk menuang seluruh air didalam 5 gelas tersebut kedalam satu wadah. Wanita tersebut melakukannya, kemudian Sayyidina Ali meminta wanita tersebut untuk mengembalikan air tersebut kedalam gelas, kemudian air tersebut harus sama dan sesuai dengan air sebelum dicampur kedalam satu wadah tadi. Wanita tersebutpun bingung dan kemudian berkata, wahai Ali, saya tidak bisa memisahkannya. 

Nah, melalui kisah diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa ketika wanita menikahi lebih dari satu pria, maka akan sangat sulit di tentukan nasab anak yang akan dilahirkan nantinya, karena kejelasan nasab sangat penting didalam agama islam. Kejelasan nasab mempengaruhi pembagian waris, wali nikah dan lain-lain. Hal ini lah yang membuat wanita hanya boleh menikahi satu pria saja, selain daripada itu, scince pun membuktikan dampak yang ditimbulkan sangatlah berbahaya. 

Wallahu a'lam bissowab.

Jawaban Sayyidina Ali r.a Mengenai Mengapa Wanita Hanya Boleh Menikah Dengan Satu Pria

DOSA, siapa manusia ciptaan ALLAH SWT yang tidak pernah berdosa atau melakukan kesalahan (terkecuali Nabi dan Rasulnya), jawabannya adalah semua orang pernah melakukan dosa, baik dosa kecil maupun dosa besar. Dosa memberatkan kita di alam barzah, dosa memberatkan kita dipadang masyar, dan dosa memberatkan kita di neraka jahanam.

Sejenak kita berdosa dengan mata kita, mulut kita, telinga kita, dan kita lebih sering berdosa dengan hati kita. Iri, dengki, dan berprasangka buruk terlampau sering kita lakukan.

Betapa hinanya kita apabila nantinya kita menghadap ALLAH SWT dengan keadaan dipenuhi oleh dosa-dosa, naudzubillah.

Ada beberapa cara untuk menghapus dosa-dosa kita, salah satunya adalah TOBAT. Disebutkan dalam Al-Qur’an “Jika ada sesorang yang melakukan kebaikan, maka kebaikan itu menghapus dosa-dosanya”. Namun ada syaratnya tobat akan diterima, yaitu hanya berlaku untuk orang yang benar-benar takut akan dosa dan menyesalinya.

Dosa dibagi menjadi dua macam, ada dosa besar dan dosa kecil. Dosa kecil akan menjadi besar ketika sombongnya orang yang berdosa, namun dosa yang besar akan diampuni oleh ALLAH SWT apabila orang yang berdosa tersebut bertobat dan menyesali tidak akan mengulangi lagi, bertobat dengan sungguh-sungguh, takut akan kemurkaan ALLAH SWT, maka insyaallah dosa tersebut akan diampuni oleh ALLAH SWT.

Dikatakan oleh Imam Hadad, bahwa “sebelum kita menuju bertemu ALLAH SWT, wilayah yang pertama kita jamah adalah tobat, tobat yang diiringi rasa penyesalan”.

Setelah tobat, langkah keduanya adalah menjalankan amal baik : shalat, zakat, puasa, maupun umrah. Itu saja belum cukup, maka hadirkan penyesalan dalam setiap amal baik : shalat, puasa, dan umrah sebabnya adalah memohon ampun kepada ALLAH SWT atas dosa-dosa yang telah kita perbuat. Niscaya ALLAH SWT akan mengampuni dosa-dosa kita. Hadirkan penyesalan dalam setiap amal baik, maka kita akan mendapatkan nilai pahala yang besar dan nilai ampunan dari ALLAH SWT.

Mari kita bersama-sama meningkatkan amal baik, mari kita hadirkan penyesalan dalam setiap sujud kita, puasa kita ataupun umrah kita, semoga ALLAH SWT menjadikan kita semua ahli surga. Amin.  

(Note : Bukan 100% teks asli Buya Yahya)


Amalan Pelebur Dosa (BUYA YAHYA)




“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”



Hati yang mati adalah hati yang tidak terenyuh melihat saudaranya, tetangganya, temannya tidak melaksanakan kewajiban untuk beribadah dikarenakan terlena akan kehidupan dunia. Hati seorang muslim dikatakan mati apabila masih menyimpan kedengkian kepada umat muslim yang lainnya. Bagaimana cara menghidupkan hati yang mati, yaitu dengan menanamkan rasa cinta didalam hati kita masing-masing. Terutama cinta kepada ALLAH SWT melalui cinta kepada NABI MUHAMMAD SAW. 

Mengapa melalui RASULULLAH SAW, karena bohong dan dusta seorang hamba yang mengaku cinta kepada ALLAH SWT tapi tidak mencintai NABI MUHAMMAD SAW. Jika kita ingin mencintai ALLAH SWT maka NABI MUHAMMAD SAW adalah pintunya yang harus kita cintai. Hal ini, bukan berarti kita membagi cinta kita ke ALLAH SWT kepada NABI MUHAMMAD SAW, namun hal tersebut digabungkan, jika kita mencintai ALLAH SWT berarti kita juga harus mencintai RASULULLAH SAW. 

Karena NABI MUHAMMAD SAW adalah lisan daripada ALLAH SWT didunia ini, jika bukan karena Beliau, mungkin kita tidak akan pernah mengenal yang namanya nikmat islam. Rasullah diturunkan di dunia tidak lain adalah sebagai contoh atau suri teladan untuk umat akhir zaman ini. Apa yang bisa dicontoh dari NABI MUHAMMAD SAW? semua yang dilakukan beliau wajib kita ikuti dan teladani semampu kita, terutama dalam nikmat ibadah. 

Bagaimana kita bisa merasa nikmat dalam beribadah? mau shalat dilakukan dengan riang gembira, mau sedekah dengan ikhlas dan bahagia, bagaimana caranya? 

Caranya adalah bersihkan hati dari segala jenis dengki, mari buka pintu maaf seluas-luasnya untuk semua orang yang telah menzholimi kita, mari kita do’akan orang-orang tersebut agar hidupnya dipenuhi barokah dan semoga allah mengampuni semua dosa-dosanya, semoga orang tersebut dijauhkan dari api neraka oleh ALLAH SWT. 

Mengapa kita harus mendo’akan orang-orang tersebut dengan kebaikan, karena do’a yang paling cepat terkabul adalah do’a untuk orang lain yang tidak sedang berada dekat dengan kita, selain daripada itu dengan mendo’akan orang tersebut kita mendapatkan pahala. 

Dikisahkan NABI MUHAMMAD SAW, suatu ketika sedang memilih mayat-mayat orang muslim di antara mayat orang-orang kafir untuk dimakamkan secara Islam, kemudian beliau mendapati salah satu mayat, ketika RASULULLAH membalikan wajah si mayit, beliau merasa bingung, NABI MUHAMMAD SAW sangat mengenal akan wajah si mayit namun lupa siapa namanya, kemudian dibolak balik lagi wajah si mayit tersebut, RASULLULLAH masih tetap tidak ingat, lalu NABI MUHAMMAD SAW memanggil para sahabatnya, kemudian beliau bertanya : 

“wahai sahabat ku, siapakah nama sahabatku yang ini, aku sangat mengingat wajahnya namun aku lupa akan namanya?” lalu para sahabat beristighfar, dan berkata “wahai RASULULLAH sesungguhnya orang tersebut bukanlah sahabatmu, tapi ia adalah orang senang duduk denganmu namun jika diluar ia akan melemparimu kotoran unta dan mengejek-ngejek dirimu ya RASULULLAH” 

Masyallah, terhadap orang yang membenci RASULULLAH saja beliau masih ingat, lalu bagaimana dengan kita? Masih pantaskah kita menyimpan dendam hanya untuk masalah yang sepele, nauzubillah sesungguhnya iman kita tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan RASULULLAH, lalu mengapa kita masih berani, masih sombong, dengan angkuhnya hati kita dibiarkan masih menyimpan dendam kepada sesama muslim, sedangkan RASULULLAH sudah mengajarkan kita untuk saling memaafkan. 

Sungguh tidak ada apa-apanya iman kita ini jika dibandingkan RASULULLAH. Mari kita membuka pintu maaf selebar-lebarnya untuk orang yang telah menzholimi kita, jika kita ingin membenci maka bencilah sifat dari keburukan sesorang tersebut, tapi, bukan benci kepada orangnya.

Note : Tulisan di atas bukanlah murni 100% sesuai teks Khutbah BUYA YAHYA, namun tulisan diatas berdasarkan pemahaman yang ditangkap oleh penulis ketika mendengarkan khutbah tersebut.

BUYA YAHYA : KHUTBAH JUM’AT tanggal 25 Desember 2015 di MASJID AGUNG AL FALAH SUNGAI JAWI, PONTIANAK, KALIMANTAN BARAT

GODAAN SETAN MENURUT LEVEL ELITE TIDAKNYA IMAN SESEORANG


“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”

Setan pada umumnya mengajak kepada keburukan dan sering membisikan kita untuk berbuat jahat dan melanggar aturan. Contohnya membuat kita lalai dalam shalat, bermalas-malasan, melakukan zina dan masih banyak lagi yang lainnya. Tapi, biasanya godaan setan tersebut disesuaikan dengan tingkat keimanan seseorang, misalnya, jika anda masih tergoda harta, tahta, paha serta dada, berarti tingkat keimanan anda bisa saja masih rendah, karena godaan tersebut masih bisa dilihat oleh mata serta masih sangat mungkin dan masih sangat berpeluang besar untuk kita hindari, oleh karena itu kalau anda masih tergoda dengan hal diatas, bisa jadi tingkat keimanan anda masih rendah. 

Lalu bagaimana contoh godaan untuk keimanan yang elit? 

Keimanan pada dasarnya ada didalam qalbu tiap-tiap orang yang berkaitan dengan keyakinan serta peraturan-peraturan yang ada didalam keyakinan tersebut. Nah, contoh godaan keimanan elit, yaitu godaan yang bisa menjungkirbalikan cara berfikir serta membuat kita dilema akan jalan fikiran kita sendiri mengenai sebuah keyakinan. Contoh : Diceritakan dahulu kala ada seorang pemuda yang amat terkenal akan kealimannya dalam beribadah, jangankan shalat fardhu, bahkan shalat sunnahpun pemuda tersebut tidak pernah lepas dalam mengerjakannya. 

Saking rajinnya pemuda tersebut dalam beribadah sampai-sampai dipanggil Syeich oleh penduduk sekitar. Namun, suatu hari beliau agak sedikit terganggu rutinitasnya, ketika beliau melihat didalam masjid ada seseorang yang beribadah lebih “gila” lagi dari pada beliau, hari demi hari mengamati..”subhanaallah, bagaimana bisa orang ini beribadah sangat tekun seperti ini” tuturnya. 

Lalu muncullah rasa iri bercampur rasa penasaran dihati beliau, kemudian beliau mengumpulkan segenap keberanian untuk bertanya kepada orang tersebut, “wahai tuan, bagaimana anda dapat beribadah setekun itu, bahkan saya tidak pernah menemukan secuilpun dalam waktu tuan yang tidak berdzkir kepada allah, apa rahasianya, kiranya tuan sudi membaginya kepada saya, sungguh saya sangat iri dengan ketekuan tuan” kemudian orang tersebut tersenyum dengan anggun dan lemah lembut. 

Kemudian orang tersebut menceritakan apa yang menjadi motivasinya hingga dia bisa beribadah setekun itu, orang itu bercerita bahwa dahulunya adalah seorang penjudi, pemabuk, perampok, pemerkosa, pembunuh, serta ahli zina, hal itulah yang kemudian menjadi motivasi dalam beribadah,ketika beribadah saya selalu mengingat akan dosa-dosa saya yang seperti seribu gunung besar, sungguh saya takut akan azab Allah, oleh karenanya saya ingin menebus dosa saya dengan beribadah sebanyak-banyaknya” orang tersebut menarik nafas amat panjang, lalu melanjutkan ceritanya dengan diakhiri menggunakan kata-kata mutiara :  

“hablu minallah : setiap tarikan nafas adalah tobat dan taat, hablu minannas : setiap hembusan nafas selalu mendatangkan manfaat kepada orang lain”. 

Sang syeich ini pun terkejut ketika mendengar cerita orang tersebut. Kemudian setelah pembicaraan tersebut, sang syeich pulang kerumahnya, fikirannya kalut dan tak menentu, semuanya bercampur aduk menjadi satu antara perasaan iri, kagum dan bingung akan motivasi orang tersebut. Kesokan harinya sang Syeich sudah memutuskan untuk meniru pengalaman orang tersebut demi mengejar ketaatan serta rasa takut akan siksaan Allah SWT. 

Sang Syeich memulainya dengan pergi ketempat “haram”, ia bermain judi sambil meminum khamr hingga beliau kehilangan akal sehatnya, akhirnya beliau kalah dalam perjudian dan memutuskan untuk pulang dengan keadaan yang menjijikan, berjalan secara sempoyongan serta berbicara tidak jelas. Ketika ditengah perjalanan sang Syeich bertemu dengan seorang wanita “cantik” serta berpakaian syar’i, kemudian sang Syeich pun teringat akan cerita orang yang ditemuinya tempo hari didalam masjid, tanpa berfikir panjang sang Syeich pun kemudian menarik, memaksa wanita tersebut kedalam semak belukar. 

Wanita itu pun diperkosa setelah itu dibunuhnya, naasnya aksi sang Syeich ini pun diketahui penduduk. Pendudukpun menjadi geram dan kesal akan perilaku sang Syeich tersebut. Sang Syeich pun dipukuli, dilempari batu, tubuhnya disayat-sayat dengan menggunakan pedang, dan akhirnya dibakar hidup-hidup sebelum sang Syeich sempat bertobat apalagi mengucapkan dua kalimat syahadat. Penyesalan pun menghinggapi diri sang syeich di alam kubur. Namun, sang Syeich masih pesaran dengan orang yang ditemuinya tempo hari. Usut punya usut, ternyata orang yang ditemuiya tempo hari yang beribadahnya “gila-gilaan” adalah setan yang menyamar menjadi manusia. 

Penyamaran tersebut adalah cara terakhir setan untuk menggoda sang Syeich yang terkenal sangat taat beribadah. sungguh malang nasib sang Syeich tersebut. TOBAT DAN TAAT TAK DAPAT DIRAIH, API NERAKA SUDAH MENUNGGU UNTUK AZAB YANG PEDIH.

Wallahu 'alam bissowab.

Note: Pada dasarnya semua cerita diatas adalah fiktif, mohon diambil baiknya saja. Mari bersama-sama mendekatkan diri kepada ALLAH SWT dengan cara yang benar semoga kita semua dikuatkan dalam menghadapi godaan setan, baik yang terlihat oleh mata maupun yang tersirat didalam hati. Amin.

GODAAN SETAN MENURUT LEVEL ELITE TIDAKNYA IMAN SESEORANG

Judul buku         : Ushul Fiqh (Dialog Pemikiran Hukum Islam)
Pengarang          : Syaiful Ilmi & Dr. H. Hamka Siregar, M. Ag
Penerbit              : STAIN Pontianak Press
Pengantar           : Dr. H. Hamka Siregar, M. Ag.
BAB 1
FILSAFAT HUKUM ISLAM
A.      Pendahuluan
Hukum islam bersumber pada wahyu allah yang tertulis dalam Al-qur’an dan As-sunnah. Namun, dengan seiring perkembangan dan kemajuan zaman, Al-qur’an dan As-sunnah tidak dapat mengimbangi dikarenakan masalah dalam masyarakat semakin kompleks, oleh karena itu di butuhkan orang-orang ahli hukum yang dapat memberikan pemahaman dan tafsiran terhadap al-qur’an dan As-sunnah secara sistematis dan logis agar dapat di terima masyarakat dan bisa di jadikan solusi dalam menghadapi masalah tersebut.
B.       Filsafat Hukum Islam dan Ranh Filosofis
Filsafat islam adalah jenis keilmuan baru, oleh karena itu di butuhkan pembahasan yang mendalam dan seksama, bahkan para ahli hukum menemui kesulitan dalam menafsirkan dan memberi pemahaman tentang ilmu filsafat islam agar dapat di terima masyarakat luas.

Filsafat
Kata filsafat berasal dari Philoshopia, secara umum dapat di artikan sebagai keinginan yang mendalam untuk mendapatkan kebijaksanaan. Banyak para ahli yang mencoba mendefinisikan  tentang filsafat. Naman, para ahli filsafat mengungkapkan definisi tentang filsafat menggunakan gaya bahasa penulisan yang sangat sulit di pahami dan tentu saja ini berpengaruh terhadap tujuan dan maksud dari pengertian filsafat itu sendri.
Hukum Islam
Menurut Joseph Schacht hokum islam adalah sekumpulan aturan keagamaan, totalitas perintah allah yang mengatur perilaku kehidupan umat islam dalam segala aspeknya. Hukum islam terbentuk dari pemikiran islam yang kemudian di wujudkan dengan perilaku keseharian umat islam. Menurut Hasby hukum islam sangat identik dangan term fiqh, sebagaimana beliau menyebutkan bahwa hukum islam merupakan koleksi daya upaya fuqoha’ dalam menerapkn syari’at atas kebutuhan masyarakat, namun ada pembedaan antara term fiqh dan syari’at.
Filsafat Hukum Islam
Secara umum filsafat hokum islam adalah pemikiran ilmiah, sitematik dan dapat di pertanggungjawabkan. Muslehuddin menyamakan antara filsafat hokum islam dengan syari’at atau ushul fiqh. Pemikiran tentang hokum islam telah lahir sejak awal sejarah umat islam, contohnya mengenai perdebatan antara golongan anshar dan muhajirin, tentang siapa yang akan menjadi penerus perjuangan nabi Muhammad SAW, ini adalah bentuk sederhananya. Pada dasarnya ada tiga masalah pokok upaya manusia untuk memperoleh ilmu pengetahuan, yaitu objek yang ingin diketahui (ontologis), cara memperoleh pengetahuan (epistomologis), dan nilai yang di hasilkan ilmu ppengetahuan tersebut bagi manusia (aksiologis).
BAB II
FILSAFAT HUKUM ISLAM DAN HUBUNGANNYA DENGAN USHUL FIQH
A.    Pendahuluan
Fiqh identik dengan hokum islam, dimana pedoman dari hokum islam adalah  wahyu allah dan sunnah rasul sedangkan pembahasan fiqh lebih mendetail yaitu bagan terkecil dari syari’at.
B.     Filsafat Hukum Islam
Filsafat hokum islam adalah penerapan ilmu filsafat pada hokum islam. Namun pada mulanya penerapan ini tidak memiliki batasan atau aturan yang jelas.
C.    Urgensi Filsafat Hukum  Islam
Pengkajian filsafat hokum islam sangat di perlukan untuk menghadpi kemajuan dan perkembangan zaman, karna di dalam al-qur’an dan as-sunnah butuh penafsiran dan pemahaman menggunakan akal agar dapat di terima secara logis oleh masyarakat dan membuktikan bahwa hokum islam adalah hokum terbaik sepanjang zaman.
D.    Hubungan filsafat hokum islam dengan ushul fiqh
Keterkaitan antara kedua ilmu di atas ibarat kita sedang makan mi rebus, tentunya cara memakannya berbeda dengan nasi padang, dimana nasi padang dapat di makan menggunakan tangan langsung, namun sangat tidak lazim jika mi rebus dimakan menggunakan tangan langsung, tentu dalam memakan mi rebus membutuhkan sendok dan garpu. Nah, di sini mi rebus yang akan di makan sebagai hokum islam, sedok dan garpu sebagai filsafat hokum islam, sedangkan tata caranya memakan mi rebus sebagai ushul fiqh. Atau lebih tepatnya dalam mempelajari hokum islam melalui filsafat hokum islam di atur atau di beri batasan oleh ushul fiqh.
BAB III
USHUL FIQH : PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANNYA
A.    Pendahuluan
Pada waktu nabi masih hidup segala persoalan para sahabat dapat di selesaikan dengan langsung bertanya pada beliau, kemudian beliau langsung memberikan jawaban berupa ayat-ayat al-qur’an. Namun dengan seiring meninggalnya nabi, setiap ada persoalan yang datang para sahabat mencari jawabannya di al-qur’an dan as-sunnah, jika meraka tidak menemukan  secara harfiah maka mereka menggunakan nalar dan logika untuk mencari solusinya, hal ini di namakan berijtihad, yaitu mencari titik kesamaan dari persoalan yang terjadi dengan segala sesuatu yang telah di tetapkan dalam al-qur’an dan hadits. Tentunya usaha para sahabat ini di dasarkan dengan pertimbangan pada usaha “menjaga kemaslahatan umat” yang menjadi dasar dalam penetapan hokum syara’.
B.     Pengertian ushul fiqh
Ushul fiqh adalah ilmu tentang aturan cara atau usaha merumuskan hokum syara’ dari dalilnya yang terinci atau aturan yang menjelaskan tentang cara-cara mengeluarkan hokum-hukum dari dalil-dalilnya. Ushul fiqh merupakan pedoman bagi seorang faqih dalam usahanya mencari tahu dan mengeluarkan hokum syar’i dari dalil-dalilnya.
C.    Urgensi ushul fiqh
Menurut Abdul Wahab Khollaf , tujuan dari ushul fiqh adalah menerapkan kaidah-kaidah dan pembahasannya terhadap dalil-dalil terpeinci  untuk mendatangkan hokum syari’at islam yang di ambil dari dalil-dalil tersebut. Sedangkan menurut  Amir Syarifuddin tujuan yang hendak di capai oleh ushul fiqh adalah untuk menerapakan kaidah-kaidah terhadap dalil-dalil syara’ yang terinci agar sampai kepada hokum-hukum syara’ yang bersifat amali, seperti yang ditunjuk oleh dalil-dalil tersebut. Namun, secara garis besar tujuan ushul fiqh adalah agar hokum didalam dalil-dalil dapat dipahami isi maupun maksud dari dalil-dalil tersebut agar tidak di salahartikan dan setiap permasalahan yang datang di ketemukan solusinya dan dapat di terima secara nalar maupun nurani.
D.    Pertumbahn dan perkembangan ushul fiqh
Perumusan fiqh sebernarnya sudah muncul setelah wafatnya nabi, yaitu pada periode tabiin. Para sahabat-sahabat yang mulai merumuskan lahirnya fiqh namun tidak secara sengaja diantaranya adalah Umar ibn Khattab, Ibn Mas’ud, Ali bin Abi Thalib. Sewaktu Ali menetapkan hukuman cambuk sebanyak 80 kali terhadap peminum khamar, ia berkata :  “ bila ia minum, ia akan mabuk. Ia akan menuduh orang berzina secara tidak benar, maka kepadanya ia di berikan sanksi tuduhan berbuat zina”. Dari pernyataan Ali tersebut  akan di ketahui bahwa Ali menggunakan kaidah menutup pintu kejahatan yang akan timbuk atau “sadd al-Dzari’ah”. Pada periode sahabat ini lah perumusan hokum semakin meluas seiring dengan semakin kompleksnya permasalahan yang datang kemudian beberapa ulama tabiin mengeluarkan fatwa hokum untuk menjawab setiap masalah yang muncul,. Para tabiin tersebut diantaranya adalah Said Al-musyayyab di Madinah dan Ibrahim Al-Nakhai di Irak.  Tentunya para ulama ini sudah mengetahui secara baik dari ayat-ayat hokum dalam al-qur’an dan mempunyai koleksi banyak hadits.
            Ada banyak ulama yang merumuskan fiqh dengan metode yang berbeda-beda misalnya Abu hanifah dan Imam malik. Kemudian muncullah Imam Syafi’i sebagai ulama pertama yang mengkodifikasikan kaidah-kaidah ini secara sistematis dan di beri syarah yang mendalam. Dalam masa pengkodifikasian ini di tulislah kitab Ar-Risalah, dengan bekal sejuta pengalaman dari Al-Maliki langsung dan dari Muhammad Hasan Syaibani (murid Abu Hanifah) saat di Irak maupun dari pembelajaran yang ia peroleh dari perdebatan yang sedang marak terjadi di dunia islam yang ia lihat.
E.     Kitab Ar-Risalah
Pada mulanya kitab ini di beri nama kitabi (kitabku). Penamaan Ar-Risalah muncul ketika beliau mengirimkan kitab tersebut kepada salah seorang pejabat dinasti Abbasiyyah yaitu Abdurahman bin Mahdi. Kemudian kitab tersebut di tulis ulang oleh Imam Syafi’i dan menjadikannya sebagai pengantar kitab fiqhnya, Al-umm adapun sistematika kita tersebut terbagi menjadi beberapa hal-hal pokok :
1.      Pengertian, ruang lingkup dan tujuan ushul fiqh
2.      Lafadz-lafadz yang digunakan syar’I dalam Al-qur’an dan hadits sepert lafadz hakikat, majas, khas, umum, mutlaq, muqqayad, mujmal, mufassior, muhkam, mutasyabihat, dan takwil
3.      Masalah ijtihad, taklid, dan talfik
4.      Metode yang di gunakan dalam berijtihad seperti qiyas, istihsan, istislah, istishab, dan sad al-adziriyah
5.      Cara-cara yang ditempuh untuk menyelesaikan dalil-dalil yang bertentangan.
Dasar tersebut di jadikan pedoman oleh para ulama pengikut imam Syafi’I dan sebagian ulama mencoba mengembangkan ushul fiqh yang telah di buat Imam Syafi’i dengan cara mensyarahkan dan memperinci yang global sehingga kitab tersebut semakin baik sistematikanya.
BAB IV
AS-SUNNNAH DAN AKTUALISASINYA DALAM HUKUM ISLAM
A.    Pendahuluan
Masa silih berganti namun perdebatan seputar As-sunnah tiada henti. Dari dulu sudah ada golongan yang menolak secara keseluran as-sunnah, mereka adalah Qur’aniyyun, dimana perbuatanya hanya mendasar pada al-qur’an. Hal ini bahas oleh syafi’I dalam satu bab khusus di dalam al-um, yang di beri judul “pembahasan tentang pendapat golongan yang menolak khabar secara keseluruhan”. Secara umum topic yang selalu menjadi perdebatan adalah seputar makna dan pemahaman terhadap as-sunnah, bagaimana menempatkan dan cara-cara berinteraksi dengannya. Sebagai contoh, ada satu perbuatan yang benar-benar pernah dilakukan oleh rasulaallah, satu pihak mengganggap perbuatan tersebut adalah as-sunnah dan harus di ikuti, di lain pihak menganggap perbuatan tersebut adalah bentuk aktualisasi rasulallah sebagai manusia.
B.     Makna As-Sunah
Pada masa-masa awal as-sunnah tidak di tempatkan lebih tinggi dari sunnah orang-orang muslim terkemuka lainnya. Hal ini terbukti dengan di temukannya kitab al-muwatta’ karya imam malik, dimana isi kitab terebut becampur antara perkataan rasulallah dengan perkataan sahabat yang di riwayatkan oleh para tabi’in. Begitu juga ketika imam malik menjadikan praktik ahli madinah sebagai dalil hukumnya. Hal senada kita temukan ketika qaul sahabat di jadikan hujjah.
Pemahaman seperti ini berlangsung hingga kemunculan tesis as-syafii, yang mengatakan sunnah sejati adalah sunnah nabi. Hal ini yang harus dipahami sebelum terjadinya perdebatan panjang yang menguras tenaga, bahwa jangan sampai terjadi standar ganda dalam sebuah permbahasan dalam permasalahan.
Satu hal yang harus di pahami adalah pengertian dari as-sunnah dapat di ambil dari dua sisi, yaitu makna luas dan makna sempit, dimana makna luas merupakan definisi pada awal islam, sedangkan makna sempitnya adalah pemahaman dari para ahli ushul fiqh atau pemahaman para fuqaha.
C.    Memposisikan as-sunnah
Menurut ajaran klasik al-qur’an adalah wahyu yang matlu, sedangkan sunnah adalah wahyu yang ghair matlu. Dimana perbedaan keduanya ada di bentuk bukan isi, Al-qur’an baik teks maupun maknanya berasal dari allah dan dapat di jadikan pegangan karena memiliki kepastian yang sempurna, sedangkan as-sunnah merupakann susunan katanya hanyalah pemikiran dan hanya ke andalan maknanya saja yang terjmain.
Ada 3 fungsi sunnah dalam hubungannya dengan al-qur’an yang disepakati para ulama, yaitu :
1.      Sebagai pendukung hokum-hukum yang disebutkan dalam al-qur’an
2.      Menjadi penjelas hokum-hukum yang ada di dalam al-qur’an, dalam memberikan batas-batas sesuatu yang mutlak, merinci yang global atau mnetahksis keumuman al-qur’an
3.      Memeberi hokum mengenai sesuatu yang tidak di sebutkan dalam al-qur’an. Dalam hal ini sunnah mempunyai ototritas penuh dalam menentukan hokum.
D.    Mengkategorikan as-sunnah
Banyak golongan yang mengkategorikan sunnah rasulallah dengan berbagai paham, salah satunya adalah tasyri’, di mana ada segolongan kaum muslimin yang mempunya paham bahwa segala sesuatu yang bersumber pada rasulallah adalah sunnah.
Menurut sayyid ahmad khan secara tegas membedakan sunnah rasulallah membagi menjadi 4 kategori, yaitu :
1.      Yang berkaitan dengan agama (din)
2.      Yang merupakan produk situasi khusus nabi muhammad dan adat istiadat zamannya
3.      Pilihan dan kebiasaan pribadi
4.      Preseden yang berkaitan dengan urusan pokotik dan sipil.
Baginya hanya sunnah autentik kategori pertama yang dapat di klasifikasikan sebagai wahyu dan harus dilaksanakan. Ada pun Mahmud syaltout yang melakukan pengkategorian lebih jelas lagi. Beliau membagi dan membedakan sunnah menjadi tasyri’ dan bukan tasyri’. Ada juga abu Zahra yang membagi sunnah rasul dengan bahasa yang lebih ringkas, dimana beliau membagi sunnah menjadi 3, yaitu perbuatan-perbuatan yang berkaitan dengan penjelasan masalah agama, perbuatan yang khusus bagi rasulallah, seperti beristri lebih ddari 4 dan perbuatan-perbuatan yang mencerminkan sifatnya sebagai manusia biasa.
E.     Kritik sanat dan matan
Secara garis besar kritik sanat dan matan adalah proses untuk mendapatkan sunnah rasul yang benar-benar autentik, berkualitas dan dapat dipercaya yang disebut dengan hadits shahih. Dalam prosesnya para ulama menerapkan kaidah-kaidah yang banyak dan ketat dalam penyeleksiannya, hal tersebut di lakukan agar terlihat derajadnya dan hadits tersebut di kemudian hari dapat di pertanggungjawabkan keshahihannya.
F.     Hadis di persimpangan
Maksud dari hadis di persimpangan adalah bergeseknya dua pola pemikiran yang berbeda antara muhaddis dan fuqoha. Dimana muhaddis mengambil hadits yang di temui untuk menambah koleksinya, sedangkan fuqoha hanya mengambil hadits yang mempunyai nilai hokum. Hal ini menghasilkan 2 produk hokum yang berbeda.
BAB V
IJMA’ (‘AMAL AHL AL-MADINAH) DAN TANTANGAN KONTEMPORER
A.    Pembahasan
Secara garis besar ijma’ (‘amal ahl al-madinah) adalah hokum yang hanya beraku di daerah asalnya yaitu madinah. Dimana hokum tersebut terbagi menjadi 3, yaitu :
1.      Ijma’ (hokum) umat.
2.      Ijma’ (hokum) kumpulan dari pendapat para ahli hukum
3.      Ijma’ (hokum) kumpulan pendapat penguasa politik yang bersifat kedaerahan (madinah)
Dalam hal ini tentu saja ijma’ (‘amal ahl al-madinah) tidak menghadapi tantangan kontemporer karena sifatnya yang kedaerahan, apalagi jaman sekarang umat islam sudah terbagi dalam daerah dan Negara.
BAB VI
QIYAS PEMBATASAN METODE IJTIHAD PERSPEKTIF AS-SYAFI’I
A.    Pendahuluan
Al-qur’an dan hadits adalah sumber utama dalam hokum islam. Namun, apabila ada masalah yang datang tidak di temukan secara jelas solusinya di al-qur’an dan hadits maka di perbolehkan mencari solusi dengan berijtihad atau qiyas. Dimana seorang ulama mencari solusi dengan cara mencari celah persamaan, baik dari masalah dan solusinya pada al-qur’an dan hadits.
Tradisi menggunakan qiyas semakin meluas dan melebar dari masa tabi’in ke masa-masa berikutnya, sehingga para mujtahid yang menggunakan qiyass secara mandiri bertebaran di berbagai kota islam. Misalnya di kota Madinah, Makkah, Basrah, Kufah, Syam, Mesir, Qairawan, Andalus, Yaman, dan Bahgdad. Namun di kota iraklah paling menonjol dalam menggunakan qiyas. Para ulama seringkali menggunakan qiyas secara liberal.
Pada perkembangan qiyas di beri nama-nama tertentu, seperti al-qiyas, al-istilisan dan al istishlah. Dan beberapa bentuk tersebut di gunakan oleh ulama ahl al-ra’y dan ahl al-hadits.
Kemudian muncullah as-syafi’I sebagai salah satu tokoh yang memiliki pandangan bertolak belakang dengan tokoh lainnya, serta beliau termasuk salah satu tokoh ahl al-hadits yang di pandang sebagai peletak dasar metode ijtihad secara sistematis. Beliau membatasi penggunaan qiyas , yaitu di gunakan apabila kondisi darurat saja.
B.     Setting Kehidupan as-syafi’i
1.      Biografi Singkat
As-syafi’I memiliki nama  lengkap Muhammad ibn idris ibn al-abbas ibn ustman ibn syafi’I ibn saib ibn ‘ubaid ibn ‘abdi yazaq ibn hasyim ibn al muthalib ibn ‘abd manaf. Beliau dilahirkan di Ghuzzah, wilayah asqalan (syam) pada tahun150 H/767 M. Ayahnya Idris ibn Abbas adalah keturunan quraisy dari daerah tabalat, suatu desa di hijaz yang merantau ke asqalan dan menetap disana sampai kemudian memiliki anak as-syafi’i. Namun, tidak lama setelah itu Idris ibn abbas meninggal dunia ketika as-syafi’I masih dalam buaian ibunya.
Perjalanan as-syafi’I dalam mendlami hokum islam sangat lah panjang. Dimulai dari menghapal qur’an ketika kecil di tengah keluarga ayahnya hingga beliau berkelana ke pelosok-pelosok aerah demi mendalami pengetahuannya. Hingga pada akhirnya beliau pergi ke mesir hingga akhir hayatnya, setelah sebelumnya beliau pernah menjadi kepala daerah bagian najran. Namun, beliau di fitnah karna ada pejabat menaruh dengki kepada beliau. Beliau meninggalkan seorang istri bernama Hamidah binti Nai IBN ansabah ibn amr ibn utsman ibn affan yang ia nikahi ketika beliau berada di makkah sebelum pergi ke yaman. Beliau juga meninggalkan seorang putra dan dua orang putri.
2.      Kondisi social masa syafi’i
Pada masa dinasti abbasiyyah ini lah ilmu pengetahuan mencapai puncaknya, dimana banyak buku filsafat yunani yang di terjemahkan kedalam bahasa arab, hal ini membuat para ulama cenderung berfikir secara liberal. Dimasa ini setiap orang memiliki kebebasan untuk berfikir dalam melakukan ijtihad, sehingga perkembangan  hokum islam pada masa ini mencapai pada puncaknya, terlebih lagi dengan diberikannya kebebasan oleh dinasty abbasiyaah.
3.      Respon as-syafi’I terhadap kondisi social pada masanya
Reaksi as-syafi’I dalam menyikapi keadaan social-kultural pada masanya secara apresiatif , bahkan beliau sering berpergian kebebrapa wilayah islam untuk merasakannya. Namun, beliau sangat menolak penggunaan metode ihtisan, menurutnya metode tersebut menetapkan hukm secara liberal dan menimbulkan perbedaan pendapat di kaangan ulama.
C.    Qiyas
Menurut bahasa qiyas berarti “mengukur sesuatu dengan sesuatu lain untuk diketahui adanya persamaan antara keduanya”.
Qiyas adalah suatu kegiatan ijtihad yang tidak di tegaskan dalam al-qur’an dan hadits. Qiyas di lakukan oleh seorang mujtahid dengan meneliti alasan logis dari rumusan hokum itu. Qiyas di anggap sah bila memenuhi beberapa rukun yang telah di tetapkan dan di seakati para ulama ushul fiqh.
BAB VII
UMAR IBN AL-KHATTAB
IJTIHAD DAN MANHAJNYA
A.       Pendahuluan
Pada setiap zaman di butuhkan seorang cendekiawan yang selalu bisa mencurahkan daya pikirnya untuk menjawab permasalahan yang selalu timbul. Hal ini lah yang mendasari orang-orang selalu menggunakan nalarnya untuk menjawab segala pertanyaan yang solusinya tidak ada dalam al-qur’an dan hadits.
Salah satu tokoh yang berpengaruh besar dalam hal ini adalah umar ibn al-khattab.  Banyak sekali penalaran atau ijtihad yang dilakukan umar, sehingga menimbulkan banyak perdebatan antar ulama.
B.       IJTIHAD-IJTIHAD UMAR DAN MANHAJNYA
1.      Ijtihad selayang pandang
Banyak sekali para hli mengungkapkan pengertian tentang ijtihad, baik secara bahasa maupun istilah. Namun secara garis besar ijtihad adalah mencurahkan segala kemampuan nalar dalam menentukan hokum syaria’ah.
2.      Ijtihad-ijtihad umar
Ijtihad-ijtihad umar sangatlah banyak dan beragam, dan di butuhkan banyak waktu untuk melacak semua ijtihad yang pernah di keluarkan oleh umar, salah satu contoh ijtihad umar, yaitu “mencegah pemberian zakat kepada mua’alaf” dan masih banyak lagi.
3.      Manhaj ijtihad umar
Metodologi yang dilakukan oleh umar dalam menyelesaikan sebuah masalah adalah dengan cara bermusyawarah, tapi ada beberapa masalah umar langsung mengambil keputusan tanpa bermusyawar terlebih dahulu. Di samping itu semua umar adalah orang yang tidak segan-segan mencabut atau meralat perkataannya.
C.       Antara maslahat dan nash
Umar tidak akan berijtihad jika ijtihadnya melanggar nash, tentunya tujuan umar berijtihad adalah demi kemslahatan umat meskipun ada sebagian ulama yang mengikari hal ini.
D.       Antara maslahat umar dan khusus
Maslahat umar bersifat umum, tetapi umar selalu mencoba mesinergikan antara maslahat umum dan khusus meskipun keduanya saling bertentangan. Akan tetapi umar selalu mendahulukan kemaslahatan umum.
E.       Saddu adz-dzarai’ dan maslahat
Saddu adz-dzarai’ adalah upaya mencegah kemungkinan terjadinya keburukan dengan memotong jalan yang mengarah kepada keburukan dan melanggar aturan agama. Umar pernah melakukan hal ini pada beberapa kejadian. Tentunya umar melakukan hal tersebut demi kemaslahatan umat.

Ushul Fiqh (Dialog Pemikiran Hukum Islam)