Social Items

Awidiot.com - Konflik sumber daya alam yang tercatat di Kalimatan selama tahun 2012 terjadi pada 135 kelompok masyarakat yang berkonflik. Sektor yang berkonflik yaitu, Perkebunan berjumlah 108 konflik, Kehutanan berjumlah 28 konflik, pelanggaran kebijakan penataan ruang sebanyak 16 kasus, dan konflik di sektor pertambangan berjumlah 13 konflik (Berita Borneo, 2013). Untuk Kalimantan Barat sendiri menurut data beberapa CSO yang ada di Kalimantan Barat pada wilayah dampingan masing-masing, pada tahun 2014 terdapat 90 konflik agraria, sebagian besar konflik yang terjadi adalah konflik hak pengelolaan masyarakat sebagai pemilik sah tanah dengan perusahanan sebagai pemegang izin. 
Konflik Lahan, PT. Patiware v.s Masyarakat Desa Rukmajaya Kubu Raya

Bukti nyata dari konflik berkepanjangan antara masyarakat dengan perusahaan adalah konflik yang terjadi di Desa Rukmajaya, Kecamatan Sungai Raya Kepulauan, Kabupaten Bengkayang melawan perusahaan perkebunan sawit yaitu PT. Patiware, pada tahun 2002-2003 masyarakat membuka lahan untuk memperbaiki sistem tata air yang di pergunakan untuk pengelolaan revitalisasi karet yakni program revitalisasi yang di sosialisasikan oleh Dinas Perkebunan Kabupaten Bengkayang. 

Pada tahun 2005 kepala Desa Rukmajaya (Alhadi) dan Ketua Badan Perwakilan Desa (BPD) Jumwani, keduanya menjadi orang pertama yang mendorong dan mengajak masyarakat untuk mendukung masuknya PT. Patiware di wilayah Desa Rukmajaya, hal ini di buktikan dengan adanya surat permohonan pembagunan perkebunan pola kemitraan kepada pemimpin perusahaan perkebunan PT. Patiware pada tanggal 6 mei 2008 dan mendapatkan balasan dari PT. Patiware dengan mendukung dengan memberikan surat dukungan tertanggal 13 mei 2008 bernomor 010/EM/V/2008 dari pihak PT. Patiware. 

Namun tindakan pemerintah desa ini dilakukan tanpa persetujuan masyarakat dan sosialisasi tentang masuknya perusahaan ini ke desa mereka. Pada tanggal 6 mei 2008 Pemerintahan Desa yakni Kades Alhadi mengeluarkan surat pernyataan yang berisi : 
  1. Mendukung sepenuhnya Program Kerja PT. Patiware untuk melaksanakan pembangunan perkebunan kelapa sawit pola kemitraan di Desa Rukmajaya. 
  2. Bersedia menyerahkan areal/lahan yang dimiliki masyarakat kepada perusahaan PT. Patiware untuk dijadikan lokasi pembangunan perkebunan kelapa sawit dengan pola kemitraan perkebunan Plasma. 
  3. Menyerahkan bukti-bukti alasan penguasaan kepemilikan areal/lahan masyarakat kepada perusahaan. 
  4. Dengan menyerahkan bukti kepemilikan lahan otomatis masyarakat desa Rukmajaya setuju untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit pola kemitraan. 
Pada tahun 2009 sebelum terbitnya HGU, PT. Patiware melakukan Land Clearing di wilayah desa Rukmajaya yang dilakukan tanpa adanya sosialisasi kepada masyarakat. Mereka masuk melalui orang-orang tertentu, tidak sesuai prosedur yang berlaku sehingga memicu konflik, diantaranya yaitu:
  1. Lahan masyarakat sekitar 87’an warga yang masih memegang bukti otentik penguasaan atas tanah berbentuk SPT dan Sertifikat Hak Milik, tetapi lahan tersebut digarap perusahaan tanpa ada kejelasan. 
  2. Pencaplokan lahan di areal batas antara desa Sungai Raya dan Rukmajaya seluas 200 Ha dengan bukti kepemilikan sejak 1980. 
  3. Masyarakat diminta pihak perusahaan untuk mengumpulkan bukti kepemilikan lahan, kemudian terkumpul sebanyak kurang lebih 1000 orang masyrakat yang mengumpulkan dengan masing-masing orang memiliki 2 ha tanah, atas bukti kepemilikan tersebut pihak pemerintah desa berjanji akan di buatkan sertifikat dengan cara prona atau cuma-cuma, namun sertifikat yang ada hanya berjumlah sertifikat 475 buah. Dan nyatanya setelah sertifikat dijanjikan jadi, masyarakat hanya di berikan fotocopy sedangkan yang asli diberikan kepada pihak Koperasi Mandiri Jaya. Hingga saat ini lahan tersebut di kelola oleh PT. Patiware dengan ditanami pohon sawit tanpa adanya persetujuan atau izin dari masyarakat selaku pemilik lahan. 
  4. Terdapat perjanjian pembangunan plasma untuk 1000 KK antara PT. Patiware dengan masyarakat desa Rukmajaya, namun pelaksanaannya tidak transparan dan tidak ada kejelasan apakah telah dibangun plasma atau belum, masyarakat sendiri juga tidak pernah tahu dimana batas dan luasan HGU Perusahaan maupun lokasi lahan plasma yang di berikan, Petani Plasma tidak pernah tahu berapa beban hutang mereka kepada pihak bank penjamin khususnya hal-hal yang berkaitan dengan hak Masyarakat. 
Tanggal 3 Februari 2015 masyarakat yang merasa gerah dan kebingungan pun melapor kepada salah satu CSO yaitu SAMPAN Kalbar yang memang sedang melakukan pendampingan di wilayah Desa Rukmajaya. Setelah menerima aduan tersebut pada tangal 6 Februari 2015 SAMPAN Kalbar bersama Perkumpulan Bantuan Hukum Kalimantan (PBHK) melaporkan ke pihak Polda Kalbar bahwa telah terjadi penyerobotan yang melanggar Pasal 378 KUHP dan penipuan dengan pasal 385 KUHP yang dilakukan oleh koperasi Mandiri Jaya dan PT. Patiware, kemudian laporan tersebut di tanggapi oleh pihak Polda dengan melimpahkan kasus tersebut ke Polres Bengkayang pada tanggal 9 April 2015.

Pihak Polres Bengkayang setelah menerima pelimpahan segera melakukan pemeriksaan dengan memanggil saksi pelapor (Niman, Hambali, Bong lie, NG Kun Tjhoi, dan Nurhanda) dan saksi terlapor yaitu Gafur (Ketua Koprasi Mandiri Jaya), Darius (Humas PT. Patiware), Asnawi (Kades Saat ini) dan Alhadi (Kades periode sebelumnya saat penyerobotan terjadi). Namun dikarenakan Gafur menderita sakit stroke penyelidikan menjadi terhambat dan hingga saat ini masih belum terselesaikan. 

Melihat hal ini Perkumpulan Bantuan Hukum Kalimantan (PBHK) mendesak pihak Polres Bengkayang untuk segera menyelesaikan konflik ini. Salah satu upaya yang dilakukan oleh PBHK untuk mendorong penyelesaian permasalahan ini adalah dengan mengirimkan surat permohonan untuk dikeluarkannya Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan dari Polres Bengkayang pada tanggal 2 Mei 2016 dan dibalas pada tanggal 13 Mei 2016 oleh Polres Bengkayang, kemudian dilanjutkan dengan pertemuan mediasi antara pihak pelapor dan terlapor. 

Tamu yang hadir pada pertemuan yang di adakan di ruangan Kasatreskrim Polres Bengkayang Herry Purnomo, SE sedangkan dari pihak PT. Patiware diwakili oleh Bapak Darius selaku Humas PT. Patiware dan terlapor, mantan Kades Alhadi dan Kades Asnawi, kemudian masyarakat Rukmajaya yang didampingi oleh kuasa hukum dari kantor Perkumpulan Bantuan Hukum Kalimantan (PBHK), Pemda, BPN dan TPKI Kabupaten Bengkayang. 

Polres juga sebenarnya telah mengundang pihak Koperasi yaitu Bapak Gofur namun tidak dapat hadir karena sedang sakit stroke dengan pembuktian yang dilampirkan berupa surat hasil chek-up dari Rumah Sakit Antonius. 

Pertemuan ini menghasilkan 3 tuntutan dari masyrakat untuk menyelesaikan masalah ini diantaranya:
  1. Mengembalikan lahan masyarakat yang total luasnya + 300 ha milik 150 KK di desa Rukmajaya.
  2. Mengacu kepada pedoman perjanjian dasar yang telah ditandatangani pada tanggal 2 Desember 2009. Telah disepakati oleh beberapa pihak di antaranya Syarifuddin (General Manager PT.  Patiware), Alhadi (Kades Rukmajaya saat itu), Gafur (ketua LPM), H. Abdul Rahim, SH (Camat Sungai Raya Kepulauan) tentang pembagian plasma 50:50.
  3. Meminta kepada pimpinan PT. Patiware untuk menjawab tuntutan diatas dalam waktu 7 hari kerja, dan apabila belum ada titik temu antara PT. Patiware dengan Koperasi mohon segera menyurati masyarakat/penasehat hukum dari PBHK. 
Tuntutan diatas di buat secara tertulis dan ditandatangani oleh Nurhanda, Hambali, Boeng Lie Kung Kun Coy, dan Wahyu Setiawan selaku perwakilan dari masyarakat Rukmajaya, Alhadi (Mantan Kades), Asnawi (Kades) dan Darius (Humas PT.Pattiware), serta disaksikan oleh Kasatreskrim Polres Bengkayang yaitu Hery Purnomo. Namun hingga saat ini tidak ada sama sekali tanggapan dari pihak koperasi Mandiri Jaya maupun pihak PT. Patiware serta pemerintah desa atas tuntutan yang di sampaikan masyarakat tersebut. 

Selain itu PBHK juga telah mengirim surat ke Pemda Bengkayang serta Ombudsman terkait kasus ini, dan sudah di tanggapi dengan pertemuan terbuka oleh para pihak terkait pada selasa, 21 Juni 2016 di kantor Bupati Bengkayang. Pertemuan ini dihadiri oleh Masyarakat Rukmajaya sebagai Pelapor (bapak Niman dkk) yang di damping oleh Kuasa Hukumnya dari Perkumpulan Bantuan Hukum Kalimantan Ibu Fitriani, SH sedangkan dari pihak PT Patiware sebagai terlapor tidak menghadiri pertemuan tersebut. 

Pertemuan yang difasilitasi oleh Pemerintah Daerah Bengkayang atas inisiasi Ombudsman dihadiri pula oleh Perwakilan Masyarakat Desa Rukmajaya, Ketua Ombudsman Asisten 2, Kadishub dan Kepala BPN Kabupaten Bengkayang serta unsur Pemerintah lainnya. Dengan tidak di hadirinya dari pihak PT Pattiware dan koperasi Mandiri Jaya dapat dilihat bahwa pihak terlapor ini tidak memiliki itikad baik untuk menyelesaikan konflik ini secara mediasi/damai. 

Walaupun tidak dihadiri oleh pihak terlapor pertemuan ini terus berlanjut dan menghasilkan beberapa saran diantaranya untuk melakukan Ground check terhadap lahan masyarakat yang telah digarap oleh PT Patiware. Untuk melaksanakan hasil pertemuan di Kantor Bupati Bengkayang, PBHK mengirimi surat ke Kanwil BPN Provinsi  Kalbar untuk melakukan pengukuran ulang lahan milik masyrakat Rukmajaya. Dengan berbekal fotokopian 76 sertifikat hak milik dan SKT masyarakat Rukmajaya, pada tanggal 1 oktober 2016, PBHK menghadap Kanwil BPN Prov Kalbar. Kepala bagian pengukuran Rustomo Eko menjelaskan dan menunjukkan peta digital dari HGU PT. Patiware dan mencocokannya dengan sertifikat maupun SKT  yang dimiliki masyarakat, namun ternyata tanah masyarakat berada di luar HGU PT. Patiware. 

Dengan hal ini pihak BPN berkesimpulan bahwa tidak ada yang salah dalam penerbitan HGU PT. Patiware sehingga tidak di perlukan pengukuran ulang. 

Kemudian yang menjadi pertanyaan saat ini apa yang menjadi dasar PT. Patiware menggarap lahan masyarakat tersebut, padahal lahan tersebut berada di luar HGUnya, selain itu masyrakat juga merasa tidak pernah melakukan perjanjian apapun dengan pihak PT Pattiware. Jikapun perusahaan ada melakukan perjanjian bersama Koperasi Mandiri Jaya maka perjanjian itu bisa di katakan tidak sah, karena masyarakat tidak pernah menyerahkan kepengurusan lahannya kepada Koperasi Mandiri Jaya untuk di kerjasamakan dengan PT. Patiware. 

Dengan terhambatnya penyelidikan yang dilakukan oleh pihak kepolisian, untuk segera menyelesaikan kasus ini PBHK berinisiatif untuk menyelesaikannya dengan cara mediasi. Atas rekomendasi dari salah satu hakim Pengadilan Negri, PBHK meminta bantuan Impartial Mediator Network (IMN) untuk menjadi Mediator dalam menyelesaikan kasus antara PT. Patiware dengan Masyarakat desa Rukmajaya ini. IMN adalah lembaga mediator nasional yang telah berpengalaman menjadi mediator dalam konflik lingkungan antara masyarakat dengan perusahaan. 

Penulis : Nurul Wahdah (Kepala Departemen Pendidikan dan Pengelolaan Pengetahuan) Perkumpulan Bantuan Hukum Kalimantan (PBHK)

Konflik Lahan, PT. Patiware v.s Masyarakat Desa Rukmajaya Kubu Raya

Awidiot.com - Konflik sumber daya alam yang tercatat di Kalimatan selama tahun 2012 terjadi pada 135 kelompok masyarakat yang berkonflik. Sektor yang berkonflik yaitu, Perkebunan berjumlah 108 konflik, Kehutanan berjumlah 28 konflik, pelanggaran kebijakan penataan ruang sebanyak 16 kasus, dan konflik di sektor pertambangan berjumlah 13 konflik (Berita Borneo, 2013). Untuk Kalimantan Barat sendiri menurut data beberapa CSO yang ada di Kalimantan Barat pada wilayah dampingan masing-masing, pada tahun 2014 terdapat 90 konflik agraria, sebagian besar konflik yang terjadi adalah konflik hak pengelolaan masyarakat sebagai pemilik sah tanah dengan perusahanan sebagai pemegang izin. 
Konflik Lahan, PT. Patiware v.s Masyarakat Desa Rukmajaya Kubu Raya

Bukti nyata dari konflik berkepanjangan antara masyarakat dengan perusahaan adalah konflik yang terjadi di Desa Rukmajaya, Kecamatan Sungai Raya Kepulauan, Kabupaten Bengkayang melawan perusahaan perkebunan sawit yaitu PT. Patiware, pada tahun 2002-2003 masyarakat membuka lahan untuk memperbaiki sistem tata air yang di pergunakan untuk pengelolaan revitalisasi karet yakni program revitalisasi yang di sosialisasikan oleh Dinas Perkebunan Kabupaten Bengkayang. 

Pada tahun 2005 kepala Desa Rukmajaya (Alhadi) dan Ketua Badan Perwakilan Desa (BPD) Jumwani, keduanya menjadi orang pertama yang mendorong dan mengajak masyarakat untuk mendukung masuknya PT. Patiware di wilayah Desa Rukmajaya, hal ini di buktikan dengan adanya surat permohonan pembagunan perkebunan pola kemitraan kepada pemimpin perusahaan perkebunan PT. Patiware pada tanggal 6 mei 2008 dan mendapatkan balasan dari PT. Patiware dengan mendukung dengan memberikan surat dukungan tertanggal 13 mei 2008 bernomor 010/EM/V/2008 dari pihak PT. Patiware. 

Namun tindakan pemerintah desa ini dilakukan tanpa persetujuan masyarakat dan sosialisasi tentang masuknya perusahaan ini ke desa mereka. Pada tanggal 6 mei 2008 Pemerintahan Desa yakni Kades Alhadi mengeluarkan surat pernyataan yang berisi : 
  1. Mendukung sepenuhnya Program Kerja PT. Patiware untuk melaksanakan pembangunan perkebunan kelapa sawit pola kemitraan di Desa Rukmajaya. 
  2. Bersedia menyerahkan areal/lahan yang dimiliki masyarakat kepada perusahaan PT. Patiware untuk dijadikan lokasi pembangunan perkebunan kelapa sawit dengan pola kemitraan perkebunan Plasma. 
  3. Menyerahkan bukti-bukti alasan penguasaan kepemilikan areal/lahan masyarakat kepada perusahaan. 
  4. Dengan menyerahkan bukti kepemilikan lahan otomatis masyarakat desa Rukmajaya setuju untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit pola kemitraan. 
Pada tahun 2009 sebelum terbitnya HGU, PT. Patiware melakukan Land Clearing di wilayah desa Rukmajaya yang dilakukan tanpa adanya sosialisasi kepada masyarakat. Mereka masuk melalui orang-orang tertentu, tidak sesuai prosedur yang berlaku sehingga memicu konflik, diantaranya yaitu:
  1. Lahan masyarakat sekitar 87’an warga yang masih memegang bukti otentik penguasaan atas tanah berbentuk SPT dan Sertifikat Hak Milik, tetapi lahan tersebut digarap perusahaan tanpa ada kejelasan. 
  2. Pencaplokan lahan di areal batas antara desa Sungai Raya dan Rukmajaya seluas 200 Ha dengan bukti kepemilikan sejak 1980. 
  3. Masyarakat diminta pihak perusahaan untuk mengumpulkan bukti kepemilikan lahan, kemudian terkumpul sebanyak kurang lebih 1000 orang masyrakat yang mengumpulkan dengan masing-masing orang memiliki 2 ha tanah, atas bukti kepemilikan tersebut pihak pemerintah desa berjanji akan di buatkan sertifikat dengan cara prona atau cuma-cuma, namun sertifikat yang ada hanya berjumlah sertifikat 475 buah. Dan nyatanya setelah sertifikat dijanjikan jadi, masyarakat hanya di berikan fotocopy sedangkan yang asli diberikan kepada pihak Koperasi Mandiri Jaya. Hingga saat ini lahan tersebut di kelola oleh PT. Patiware dengan ditanami pohon sawit tanpa adanya persetujuan atau izin dari masyarakat selaku pemilik lahan. 
  4. Terdapat perjanjian pembangunan plasma untuk 1000 KK antara PT. Patiware dengan masyarakat desa Rukmajaya, namun pelaksanaannya tidak transparan dan tidak ada kejelasan apakah telah dibangun plasma atau belum, masyarakat sendiri juga tidak pernah tahu dimana batas dan luasan HGU Perusahaan maupun lokasi lahan plasma yang di berikan, Petani Plasma tidak pernah tahu berapa beban hutang mereka kepada pihak bank penjamin khususnya hal-hal yang berkaitan dengan hak Masyarakat. 
Tanggal 3 Februari 2015 masyarakat yang merasa gerah dan kebingungan pun melapor kepada salah satu CSO yaitu SAMPAN Kalbar yang memang sedang melakukan pendampingan di wilayah Desa Rukmajaya. Setelah menerima aduan tersebut pada tangal 6 Februari 2015 SAMPAN Kalbar bersama Perkumpulan Bantuan Hukum Kalimantan (PBHK) melaporkan ke pihak Polda Kalbar bahwa telah terjadi penyerobotan yang melanggar Pasal 378 KUHP dan penipuan dengan pasal 385 KUHP yang dilakukan oleh koperasi Mandiri Jaya dan PT. Patiware, kemudian laporan tersebut di tanggapi oleh pihak Polda dengan melimpahkan kasus tersebut ke Polres Bengkayang pada tanggal 9 April 2015.

Pihak Polres Bengkayang setelah menerima pelimpahan segera melakukan pemeriksaan dengan memanggil saksi pelapor (Niman, Hambali, Bong lie, NG Kun Tjhoi, dan Nurhanda) dan saksi terlapor yaitu Gafur (Ketua Koprasi Mandiri Jaya), Darius (Humas PT. Patiware), Asnawi (Kades Saat ini) dan Alhadi (Kades periode sebelumnya saat penyerobotan terjadi). Namun dikarenakan Gafur menderita sakit stroke penyelidikan menjadi terhambat dan hingga saat ini masih belum terselesaikan. 

Melihat hal ini Perkumpulan Bantuan Hukum Kalimantan (PBHK) mendesak pihak Polres Bengkayang untuk segera menyelesaikan konflik ini. Salah satu upaya yang dilakukan oleh PBHK untuk mendorong penyelesaian permasalahan ini adalah dengan mengirimkan surat permohonan untuk dikeluarkannya Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan dari Polres Bengkayang pada tanggal 2 Mei 2016 dan dibalas pada tanggal 13 Mei 2016 oleh Polres Bengkayang, kemudian dilanjutkan dengan pertemuan mediasi antara pihak pelapor dan terlapor. 

Tamu yang hadir pada pertemuan yang di adakan di ruangan Kasatreskrim Polres Bengkayang Herry Purnomo, SE sedangkan dari pihak PT. Patiware diwakili oleh Bapak Darius selaku Humas PT. Patiware dan terlapor, mantan Kades Alhadi dan Kades Asnawi, kemudian masyarakat Rukmajaya yang didampingi oleh kuasa hukum dari kantor Perkumpulan Bantuan Hukum Kalimantan (PBHK), Pemda, BPN dan TPKI Kabupaten Bengkayang. 

Polres juga sebenarnya telah mengundang pihak Koperasi yaitu Bapak Gofur namun tidak dapat hadir karena sedang sakit stroke dengan pembuktian yang dilampirkan berupa surat hasil chek-up dari Rumah Sakit Antonius. 

Pertemuan ini menghasilkan 3 tuntutan dari masyrakat untuk menyelesaikan masalah ini diantaranya:
  1. Mengembalikan lahan masyarakat yang total luasnya + 300 ha milik 150 KK di desa Rukmajaya.
  2. Mengacu kepada pedoman perjanjian dasar yang telah ditandatangani pada tanggal 2 Desember 2009. Telah disepakati oleh beberapa pihak di antaranya Syarifuddin (General Manager PT.  Patiware), Alhadi (Kades Rukmajaya saat itu), Gafur (ketua LPM), H. Abdul Rahim, SH (Camat Sungai Raya Kepulauan) tentang pembagian plasma 50:50.
  3. Meminta kepada pimpinan PT. Patiware untuk menjawab tuntutan diatas dalam waktu 7 hari kerja, dan apabila belum ada titik temu antara PT. Patiware dengan Koperasi mohon segera menyurati masyarakat/penasehat hukum dari PBHK. 
Tuntutan diatas di buat secara tertulis dan ditandatangani oleh Nurhanda, Hambali, Boeng Lie Kung Kun Coy, dan Wahyu Setiawan selaku perwakilan dari masyarakat Rukmajaya, Alhadi (Mantan Kades), Asnawi (Kades) dan Darius (Humas PT.Pattiware), serta disaksikan oleh Kasatreskrim Polres Bengkayang yaitu Hery Purnomo. Namun hingga saat ini tidak ada sama sekali tanggapan dari pihak koperasi Mandiri Jaya maupun pihak PT. Patiware serta pemerintah desa atas tuntutan yang di sampaikan masyarakat tersebut. 

Selain itu PBHK juga telah mengirim surat ke Pemda Bengkayang serta Ombudsman terkait kasus ini, dan sudah di tanggapi dengan pertemuan terbuka oleh para pihak terkait pada selasa, 21 Juni 2016 di kantor Bupati Bengkayang. Pertemuan ini dihadiri oleh Masyarakat Rukmajaya sebagai Pelapor (bapak Niman dkk) yang di damping oleh Kuasa Hukumnya dari Perkumpulan Bantuan Hukum Kalimantan Ibu Fitriani, SH sedangkan dari pihak PT Patiware sebagai terlapor tidak menghadiri pertemuan tersebut. 

Pertemuan yang difasilitasi oleh Pemerintah Daerah Bengkayang atas inisiasi Ombudsman dihadiri pula oleh Perwakilan Masyarakat Desa Rukmajaya, Ketua Ombudsman Asisten 2, Kadishub dan Kepala BPN Kabupaten Bengkayang serta unsur Pemerintah lainnya. Dengan tidak di hadirinya dari pihak PT Pattiware dan koperasi Mandiri Jaya dapat dilihat bahwa pihak terlapor ini tidak memiliki itikad baik untuk menyelesaikan konflik ini secara mediasi/damai. 

Walaupun tidak dihadiri oleh pihak terlapor pertemuan ini terus berlanjut dan menghasilkan beberapa saran diantaranya untuk melakukan Ground check terhadap lahan masyarakat yang telah digarap oleh PT Patiware. Untuk melaksanakan hasil pertemuan di Kantor Bupati Bengkayang, PBHK mengirimi surat ke Kanwil BPN Provinsi  Kalbar untuk melakukan pengukuran ulang lahan milik masyrakat Rukmajaya. Dengan berbekal fotokopian 76 sertifikat hak milik dan SKT masyarakat Rukmajaya, pada tanggal 1 oktober 2016, PBHK menghadap Kanwil BPN Prov Kalbar. Kepala bagian pengukuran Rustomo Eko menjelaskan dan menunjukkan peta digital dari HGU PT. Patiware dan mencocokannya dengan sertifikat maupun SKT  yang dimiliki masyarakat, namun ternyata tanah masyarakat berada di luar HGU PT. Patiware. 

Dengan hal ini pihak BPN berkesimpulan bahwa tidak ada yang salah dalam penerbitan HGU PT. Patiware sehingga tidak di perlukan pengukuran ulang. 

Kemudian yang menjadi pertanyaan saat ini apa yang menjadi dasar PT. Patiware menggarap lahan masyarakat tersebut, padahal lahan tersebut berada di luar HGUnya, selain itu masyrakat juga merasa tidak pernah melakukan perjanjian apapun dengan pihak PT Pattiware. Jikapun perusahaan ada melakukan perjanjian bersama Koperasi Mandiri Jaya maka perjanjian itu bisa di katakan tidak sah, karena masyarakat tidak pernah menyerahkan kepengurusan lahannya kepada Koperasi Mandiri Jaya untuk di kerjasamakan dengan PT. Patiware. 

Dengan terhambatnya penyelidikan yang dilakukan oleh pihak kepolisian, untuk segera menyelesaikan kasus ini PBHK berinisiatif untuk menyelesaikannya dengan cara mediasi. Atas rekomendasi dari salah satu hakim Pengadilan Negri, PBHK meminta bantuan Impartial Mediator Network (IMN) untuk menjadi Mediator dalam menyelesaikan kasus antara PT. Patiware dengan Masyarakat desa Rukmajaya ini. IMN adalah lembaga mediator nasional yang telah berpengalaman menjadi mediator dalam konflik lingkungan antara masyarakat dengan perusahaan. 

Penulis : Nurul Wahdah (Kepala Departemen Pendidikan dan Pengelolaan Pengetahuan) Perkumpulan Bantuan Hukum Kalimantan (PBHK)

Tidak ada komentar